Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kalau Begini, MK Artinya Juga Bisa Diangket DPR"

Kompas.com - 08/02/2018, 16:50 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menganggap hak angket KPK yang dibentuk DPR adalah sah dengan memutuskan menolak permohonan uji materi yang diajukan pegawai KPK. Aturan yang diuji adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3) mengenai pembentukan hak angket.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menganggap putusan tersebut akan menjadi terobosan buruk ke depan.

"Tentu saja DPR punya hak angket. Tapi hak angket untuk apa dan untuk siapa?" ujar Asfinawati kepada Kompas.com, Kamis (8/2/2018).

Dalam Pasal 79 ayat (3) UU MD3 berbunyi, adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Baca juga : Tolak Gugatan Pegawai KPK, MK Nyatakan Hak Angket Sah

Asfinawati mengatakan, KPK sebagai penegak hukum tidak termasuk objek hak angket sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut. Jika hak angket terhadap KPK saja dikabulkan, maka tak menutup kemungkinan lembaga lain yang tak termasuk dalam objek bisa diajukan hak angket.

"Kalau begini, maka MK juga artinya bisa diangket DPR melalui argumen yang sama," kata Asinawati.

Asfinawati merupakan salah satu dari beberapa pemohon uji materi hak angket KPK bersama mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas sebagai pemohon individu, Ilhamsyah dan Damar Panca Mulya dari KPBI serta Adnan Topan Husodo mewakili ICW. Namun, permohonan itu akhirnya dicabut sebagai bentuk mosi tidak percaya.

"Kami sebenarnya mencabut bukan tidak percaya kepada MK secara keseluruhan, bukan juga kepada seluruh hakim, tapi peristiwa yang terungkap ada hakim yang melanggar etik," kata Asfinawati.

Baca juga : MK Tolak Gugatan Hak Angket KPK, 4 Hakim Beda Pendapat

Hakim yang dia maksud adalah Ketua MK Arief Hidayat. Arief dianggap melanggad kode etik hakim konstitusi karena telah bertemu dengan pihak DPR. Pertemuan tersebut dianggap berpotensi memengaruhi putusan perkara yang sedang ditangani MK.

"Etik sebenarnya lebih tinggi daripada hukum. Karena orang bisa melanggar etika meski itu bukan kesalahan hukum," kata Asfinawati.

Sebelumnya, dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa KPK adalah lembaga penunjang pemerintah yang dibentuk berdasarkan UU. Dengan demikian, KPK adalah lembaga eksekutif.

"KPK merupakan lembaga di ranah eksekutif yang melaksanakan fungsi eksekutif yakni penyidikan dan penuntutan," kata Arief.

"DPR berhak meminta tanggung jawab KPK," tambah dia.

Dari sembilan hakim, ada empat hakim yang menyatakan disssenting opinion atau perbedaan pendapat atas putusan ini. Mereka adalah Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra dan Suhartoyo.

Kompas TV Panitia khusus angket DPR terhadap KPK segera memberikan rekomendasi kepada Ketua DPR terkait hasil kerjanya selama empat bulan.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com