JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penerbitan Surat Keterangan Penelitian (SKP) akhirnya dibatalkan.
Pembatalan Permendagri yang menggantikan Permendagri Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 64 Tahun 2011 tentang Pedoman Penerbitan Rekomendasi Penelitian tersebut pun tak luput dari kritik.
"Pernyataan Mendagri bahwa Permendagri tersebut 'pada prinsipnya dibatalkan dan kembali ke peraturan lama' untuk kemudian 'di-update dan diperbaiki setelah menerima masukan dari akademisi, lembaga penelitian dan DPR' ini menimbulkan persoalan baru dalam konteks peraturan perundang-undangan," ujar Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Rizky Argama dalam keterangan tertulis, Kamis (8/2/2018).
Baca juga : Menuai Kritik, Permendagri soal Aturan Penelitian Akhirnya Dibatalkan
Sebab, kata Rizky, Permendagri itu telah selesai disusun, disahkan, dan kemudian dicantumkan dalam Berita Negara. Bahkan, Permendagri itu juga sudah resmi dipublikasikan dalam situs Direktur Jenderal Perundang-undangan di Kementerian Hukum dan HAM.
Karenanya, apabila dibatalkan, maka Mendagri Tjahjo Kumolo seharusnya membentuk Permendagri baru untuk membatalkan Permendagri Nomor 3 Tahun 2018 tersebut.
"Penggunaan kalimat 'pada prinsipnya dibatalkan' tidak dapat membatalkan secara otomatis suatu peraturan yang sudah disahkan. Frasa 'pada prinsipnya dibatalkan' juga menimbulkan kerancuan dan berdampak menimbulkan ketidakpastian hukum," kata dia.
Tak cuma itu, menurut Rizky, pembentukan regulasi pada satu sektor pemerintahan harus merujuk atau menyesuaikan dengan tugas dan fungsi dari Kementerian/Lembaga pembentuknya.
Baca juga : Ini Isi Permendagri Soal Aturan Penelitian yang Tuai Kritik Publik
Dalam hal ini, sektor penelitian atau riset adalah tugas dan fungsi dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015, bukan tugas dan fungsi dari Kemendagri.
"Jadi pengaturan ijin penelitian di bawah Kemendagri menunjukkan adanya kerancuan dan tumpang tindih dalam menjalankan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga didalam pemerintahan," kata dia.
Secara substansi, Permendari tersebut berpotensi justru menghambat pertumbuhan penelitian yang sedang didorong oleh Kemenristekdikti, sehingga kebijakan antar kedua Kementerian itu harus mampu diselaraskan.
Baca juga : Terbitkan Aturan Penelitian, Kemendagri Akui Tak Libatkan Para Peneliti
"Seharusnya secara tegas tugas mengenai riset adalah tugas dan fungsi dari Kemenristekdikti," ucap Rizky.
"Kerancuan atau tumpang tindih tugas dan fungsi dalam bidang riset, serta lemahnya argumentasi pentingnya pengaturan mengenai perijinan riset oleh Kemendagri harus segera berakhir," kata dia.
Rizky pun berharap, dibatalkanya aturan terbaru tentang pengaturan perijinan penelitian oleh Kemendagri tersebut, akan menjadi satu langkah awal untuk penelitian Indonesia yang lebih baik.
"Sudah cukup lama penelitian dan inovasi terhambat, bahkan tertinggal dari negara lain," kata Rizky.
Ia pun juga mendesak, Kemenristekdikti harus menjadi inisiator dalam setiap kebijakan terkait dengan riset dengan mempertimbangkan perkembangan penelitian di Indonesia.
"Pemerintah wajib melibatkan masyarakat dalam pembentukan setiap kebijakan yang mengikat secara umum," ungkap Rizky.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.