JAKARTA, KOMPAS.com - Para pegiat HIV/AIDS menolak keras Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini dibahas oleh DPR.
Salah satu pasal yang dipersoalkan yaitu Pasal 484 tentang zina.
Pasal ini dinilai bisa membuka pintu bagi perempuan yang menjadi korban perkosaan untuk dipidanakan.
"Sudah jadi korban perkosaan, terinveksi HIV, dipidana pula, coba bayangin?," ujar Rivona Nasution dari Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (6/2/2018).
Pasal 484 RKUHP menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan, maka bisa dipidana.
(Baca juga: Pegiat Isu HIV/AIDS Tolak RKUHP, 5 Pasal Dianggap Ngawur)
Rivona menilai, pasal tersebut tidak melindungi para perempuan yang terjadi korban perkosaan. Padahal kata dia, korban perkosaan juga berpotensi terjangkit HIV/AIDS.
Ia menuturkan, beberapa anggota IPPI terjangkit HIV/AIDS justru karena menjadi korban perkosaan.
Menurut Rivona, sudah seharusnya pemerintah melindungi korban perkosaan, bukan justru membuka peluang mempidanakan.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Ajeng Ghandini Kamilah juga mempersoalkan Pasal 484.
Sebab pasal tersebut bisa juga menyasar masyarakat adat yang menikah namun tidak tercatat di KUA.
Atas dasar itu, para pegiat dan aliansi nasional reformasi KUHP menentang pasal yang dinilai justru membuka peluang kriminalisasi para korban perkosaan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.