JAKARTA, KOMPAS.com - Kekerasan tak harus dilawan dengan kekerasan. Hal inilah yang mendasari upaya pemerintah melakukan strategi baru terkait deradikalisasi.
Akhir Februari 2018, pemerintah akan mempertemukan sekitar 150 mantan narapidana terorisme dengan korban dan keluarga korban terorisme.
Upaya ini bagian dari rekonsiliasi antara dua pihak.
"Menurut saya itu sangat penting sekali," ujar Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latif, di Jakarta, Selasa (6/2/2018).
Baca juga: Akhir Februari 2018, 150 Eks Napi Terorisme Dipertemukan dengan Keluarga Korban
Selama ini, radikalisme tumbuh dan berkembang akibat tertutupnya imajinasi dan pemahaman yang eksklusif dan tidak berdasarkan pada realitas kehidupan.
Menurut Yudi, hal ini membuat rasa empati para teroris terhadap sesama manusia menjadi tertutup.
Bahkan, orang lain dianggap pantas menjadi korban dari aksi-aksi tetorisme karena merasa apa yang dilakukannya adalah perjuangan.
Kini, pasca hukuman pidana dijalani, pekerjaan rumah pemerintah yaitu membangkitkan kembali empati para mantan narapidana terorisme yang sempat hilang.
Yudi menilai, upaya pemerintah mempertemukan mantan narapidana terorisme dengan korban dan keluarga korban menjadi tahap awal dalam membangkitkan empati tersebut.
Baca: Pemerintah Siapkan Program Sosial untuk Keluarga Eks Napi Terorisme
Dengan langkah ini, para mantan narapidana terorisme diharapkan akan melihat langsung kondisi korban dan keluarga korban akibat aksi terorisme.
Ia yakin, radikalisme bisa dilawan dengan pendekatan tersebut karena ada beberapa mantan narapidana terorisme justru tergugah meninggalkan paham radikal setelah adanya pendekatan serupa oleh pemerintah.
Salah satu yang dikenal oleh Yudi adalah adik tersangka bom Bali, Amrozi.
Selain itu, ia juga yakin kebijakan baru pemerintah tersebut akan menekan radikalisme. Alasannya, dalam banyak kasus, kekerasan bisa lahir dari kekerasan sebelumnya.
"Ketika kekerasan ini menemukan satu ruang belas kasih, yang keras itu juga bisa cair," kata dia.
"Singkat kata, perjumpaan mantan teroris dengan korban akan menimbulkan efek simpati, empati, dan dengan itu mungkin akan mempercepat pertaubatan mantan teroris ini," ujar Yudi.