Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yasonna Bantah Pasal Penghinaan Presiden Pesanan Jokowi

Kompas.com - 06/02/2018, 12:25 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly membantah bahwa pasal penghinaan presiden yang tengah dibahas dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) merupakan pesanan Presiden Joko Widodo.

"Enggak lah. Pasal itu sebelum pemerintahan ini ada sudah dibahas. Itu kan di draft," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/2/2018).

Berdasarkan Pasal 263 draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dapat dipidana penjara paling lama lima tahun.

Pasal ini tetap dipertahankan meski sudah pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Bahkan, pasal terkait penghinaan presiden ini diperluas dengan mengatur penghinaan melalui teknologi informasi.

(Baca juga: Pasal Penghinaan Presiden Bawa Indonesia ke Era Otoriter)

Yasonna menegaskan, aturan tersebut tidak dibuat untuk membatasi masyarakat mengkritik Presiden.

"Jadi harus dibedakan mengkritik dengan menghina. Kalau mengkritik itu oke-oke saja," kata Yasonna.

Yasonna memastikan, nantinya akan dibuat batasan yang jelas sehingga pasal ini tidak multitafsir. Ia memastikan masyarakat tetap bisa menyampaikan kritik yang membangun terhadap presiden.

"Kalau mengkritik pemerintah itu memang harus, tapi menghina itu soal personal, soal yang lain, ini simbol negara," kata dia.

(Baca juga: Pemerintah dan DPR Sepakat Pasal Penghinaan Presiden Tetap Ada dalam RKUHP)

Aktivis hak asasi manusia, Haris Azhar, mengkritik munculnya pasal penghinaan presiden dalam draf RKUHP. Haris mencium adanya kepentingan Presiden Joko Widodo untuk berlindung di balik pasal tersebut.

"Presiden pasti menikmati pasal ini. Pasal ini bisa digunakan untuk membungkam mereka yang kritis kepada Presiden," kata Haris kepada Kompas.com, Jumat (2/1/2018).

(Baca: Jokowi Dinilai Berlindung di Balik Pasal Penghinaan Presiden)

Haris menilai, munculnya pasal ini juga menandakan bahwa Jokowi tidak siap menerima kritik dari masyarakat. Harusnya, kata dia, Jokowi sebagai kepala negara mesti tahu betul risiko memimpin Indonesia sebagai negara demokrasi.

"Sebab, yang dikritik itu posisinya sebagai presiden, bukan personalnya," kata Direktur Eksekutif Lokataru Foundation ini.

Kompas TV DPR berusaha memasukan kembali pasal penghinaan presiden ke dalam rancangan KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com