Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antiklimaks Pansus Angket KPK...

Kompas.com - 06/02/2018, 08:11 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hampir rampung. Rencananya, masing-masing fraksi di Pansus akan membacakan pandangan akhirnya dalam rapat pengambilan keputusan tingkat pertama, Rabu (7/2/2018) besok.

Dalam rekomendasinya nanti, Pansus berencana memperkuat fungsi pencegahan KPK. Salah satunya dengan meminta komitmen pemerintah untuk memperbesar anggaran pencegahan untuk KPK.

"Kami sepakat untuk upaya pencegahan terutama, bagaimana menciptakan orang itu malu untuk berbuat korupsi. Itu perlu ada upaya sistemik dan masif di publik," kata Ketua Pansus Agun Gunandjar Sudarsa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2018).

Agun juga melihat selama ini porsi anggaran untuk KPK di sektor pencegahan masih minim. Menurut Agun, untuk menjalankan fungsi pencegahannya, KPK masih banyak menggunakan dana hibah di luar APBN. Hal itu menurut dia menjadi bagian dari temuan Pansus.

"Kalau dari besaran anggaran minim sekali, sehingga banyak bergantung mungkin dari partisipan dan ini menimbulkan kecurigaan. Lebih baik negara hadir memberikan support, yang pasti itu," kata politisi Partai Golkar itu.

(Baca juga: Pansus Angket Rekomendasikan Penguatan Fungsi Pencegahan KPK)

Selain itu, Pansus juga ingin menyinergikan KPK dengan penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.

Sementara, rekomendasi untuk membentuk Dewan Pengawas KPK yang sempat masuk dalam draf, akhirnya dibatalkan.

Wakil Ketua Pansus Taufiqulhadi beralasan ada beberapa hal yang tak masalah jika dihapus karena tak terlalu substantif.

Selain itu, Pansus juga tak ingin merekomendasikan hal-hal yang nantinya menimbulkan kecurigaan di antara lembaga negara, dalam hal ini di antara DPR dan KPK.

Taufiqulhadi juga mengatakan, Pansus akhirnya tak melibatkan Presiden dalam merealisasikan rekomendasi yang mereka susun. Sebab, subyek dan obyek hak angket sejak awal ialah KPK.

Saat ditanya apakah ada tekanan dari pihak luar sehingga Pansus membatalkan usulan Dewan Pengawas dan pelibatan Presiden, ia menjawab pihaknya mengambil keputusan secara independen.

"Saya sebagai wakil ketua, saya tak merasa ada tekanan. Tetapi sebelumnya kami terlibat diskusi dengan para sarjana, akamedisi seperti Pak Mahfud MD, Pak Romli (Atmasasmita)," kata Taufiq.

"Di situlah dalam diskusi semuanya berpendapat bahwa hal yang menimbulkan rasa curiga sesama lembaga tak perlu ditekankan, seperti itu. Tetapi paling penting adalah secara substantif tak bergeser (rekomendasinya)," ucap politisi Partai Nasdem itu.

(Baca juga: Jokowi Enggan Tanggapi Rekomendasi Pansus Hak Angket KPK)

Tak lagi "galak"

Rekomendasi yang kini bakal ditawarkan oleh Pansus bertolak belakang dengan wacana mereka di awal hingga pertengahan masa kerja Pansus. Sebelumnya, Pansus memang beberapa kali membuat wacana "galak".

Kala itu, tak jarang dari mereka mengatakan salah satu rekomendasi Pansus ialah merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Rencana tersebut sempat muncul pada 2015 pernah mendapat kecaman dari publik dan akhirnya batal dilakukan.

Wakil Ketua Pansus, Eddy Kusuma Wijaya, sempat mengatakan, rekomendasi berupa revisi Undang-Undang KPK dimungkinkan untuk memperkuat pengawasan internal lembaga tersebut.

(Baca juga: Misbakhun: Rekomendasi Pansus Tak Berujung Revisi UU KPK)

Logo Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Baru KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/7/2017). KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Logo Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Baru KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/7/2017).
Politisi PDI-P itu menyadari hal tersebut memang akan mendapat kecaman dari publik. Namun, ia menilai rekomendasi berupa revisi Undang-Undang KPK sangat dimungkinkan agar KPK mau mendengar dan melaksanakan apa yang telah dikerjakan Pansus.

Politisi PDI-P lainnya, Henry Yosodiningrat bahkan sempat memunculkan wacana pembekuan KPK. Selama Pansus bekerja, ia menginginkan agar KPK dibekukan sementara dan kewenangan pemberantasan korupsi diberikan kepada Polri dan Kejaksaan.

Hal itu sontak mendapat kecaman dari publik. Secara perlahan, wacana itu pun dihilangkan oleh Pansus.

(Baca: Wacana Pembekuan KPK dan Upaya Melawan Kehendak Rakyat...)

Bantah antiklimaks

Dengan melunaknya rekomendasi yang ditawarkan, anggota Pansus dari fraksi PDI-P Masinton Pasaribu enggan disebut DPR antiklimaks dalam menjalan Hak Angket kepada KPK.

Politisi yang pernah melakukan aksi di depan Gedung KPK untuk minta ditahan itu mengatakan sejak awal Pansus bekerja secara profesional sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).

Karena itu, kata dia, Pansus merumuskan rekomendasi berdasarkan temuan di lapangan dan menyusunnya secara proporsional. Ia justru menuding pihak tertentu yang sengaja menggiring isu bila Pansus antiklimaks lantaran batal merevisi Undang-Undang KPK.

Menurut Masinton, justru Pansus sukses membuktikan bahwa kekhawatiran pihak-pihak tertentu terkait revisi Undang-Undang KPK malah tak terjadi. Saat ditanya siapa pihak tertentu yang dimaksud, Masinton enggan menjawab.

"Mereka yang menduh Pansus akan berbuat macam-macam yang justru antiklimaks, kami sejak awal biasa-biasa saja. Bekerja secara profesional dan proporsional sesuai temuan dan ketentuan," kata Masinton.

(Baca juga: Batal Revisi Undang-undang KPK, Pansus Angket Enggan Dianggap Antiklimaks)

Dampak tahun politik

Menanggapi rekomendasi Pansus yang melunak, Direktur Koalisi Pemantau Legislatif (Kopel) Syamsudin Alamsyah menilai wajar hal tersebut. Sebab, saat ini sudah memasuki tahun politik sehingga DPR tak mungkin nekat seperti di awal masa kerja Pansus.

Ia mengatakan jika Pansus merekomendasikan untuk merevisi Undang-Undang KPK maka partai-partai yang tergabung di dalamnya pasti akan ditinggalkan para pemilih pada Pemilu 2019.

Menurut dia, itu sekaligus menunjukkan tidak konsistennya Pansus yang saat awal dibentuk menggebu-gebu untuk menyerang KPK, namun kini justru melunak. Hal itu, kata dia, juga terlihat dengan dibatalkannya rekomendasi pembentukan Dewan Pengawas KPK.

Karena itu, Syamsudin meminta Pansus yang kini melempem dan antiklimaks mempertanggungjawabkan hasil kerjanya yang tak sebanding dengan uang rakyat yang digunakan.

Sebab, menurut dia, rekomendasi semacam itu tak layak dikeluarkan melalui Pansus Angket yang merupakan salah satu forum penuntutan pertanggungjawaban yang tertinggi di DPR.

"Kalau rekomendasinya seperti itu ya mestinya tak perlu angket, cukup interpelasi saja," kata Syamsudin.

(Baca juga: Rekomendasi Pansus Hak Angket Dinilai Langgar Independensi KPK)

Namun, ia meyakini upaya DPR untuk menyerang KPK tak akan berhenti di sini sehingga gerak-gerik DPR terhadap KPK perlu diwaspadai.

"Saya yakin mereka akan melakukan manuver untuk menyerang KPK bila ada kesempatan di lain waktu. Itu yang peru kita waspadai," kata dia.

Kompas TV Agus justru menegaskan Fraksi Demokrat tidak ikut bertanggung jawab terkait isi dari hasil rekomendasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com