JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya indikasi kelemahan dan potensi penyimpangan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) setelah mengungkap kasus dugaan suap yang menjerat Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko.
Kelemahan itru pada salah satu mekanisme pembiayaan dalam sistem jaminan kesehatan nasional terhadap Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang dikenal dengan dana kapitasi.
Seperti diketahui, Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Inna Silestyanti, pihak yang menyuap Nyono, diduga mengutip dana kapitasi kesehatan dari 34 puskesmas di Jombang. Dana ini digunakan untuk menyuap Nyono.
Baca juga: KPK Sita Dokumen dan Barang Elektronik dari Penggeledahan Kasus Bupati Jombang
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, berdasarkan kajian KPK, kelemahan dan potensi penyimpangan dalam FKTP terbagi menjadi empat aspek.
Kemudian, regulasi belum mengatur mekanisme pengelolaan sisa lebih dana kapitasi di Puskesmas.
"Aturan penggunaan dana kapitasi kurang mengakomodasi kebutuhan Puskesmas," kata Febri, melalui keterangan tertulis, Senin (5/2/2018).
Baca: Puskesmas Dikutip hingga Rp 34 Juta untuk Suap Bupati Jombang
Kedua, dalam hal pembiayaan. Potensi fraud atas diperbolehkannya perpindahan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari puskesmas ke FKTP swasta. Selain itu, efektivitas dana kapitasi dalam meningkatkan mutu layanan masih rendah.
Ketiga, mengenai tata laksana dan sumber daya. KPK menemukan lemahnya pemahaman dan kompetensi petugas kesehatan di puskesmas dalam menjalankan regulasi.
"Proses verifikasi eligibilitas kepesertaan di FKTP belum berjalan dengan baik," ujar Febri.
Hal lainnya, pelaksanaan mekanisme rujukan berjenjang belum berjalan baik. Sebaran tenaga kesehatan juga tidak merata dan potensi petugas FKTP menjadi pelaku fraud semakin besar.
"Petugas puskesmas rentan menjadi korban pemerasan berbagai pihak," ujar Febri.
Baca juga: Jejak Politik Bupati Jombang, dari Kepala Desa, Bupati, hingga Ketua DPD Golkar Jatim
Temuan keempat, soal pengawasan. Anggaran pengawasan dana kapitasi di pemerintah daerah, menurut KPK, tidak tersedia.
"BPJS Kesehatan belum memiliki alat pengawasan dan pengendalian dana kapitasi," ujar Febri.