Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usul Pembentukan Dewan Pengawas KPK Dinilai "Lebay"

Kompas.com - 05/02/2018, 11:47 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, rekomendasi Pansus Hak Angket untuk KPK, khususnya mengenai pembentukan lembaga pengawas independen, terlalu berlebihan.

"Rekomendasi itu tidak relevan, 'lebay' dan jika dibentuk berpotensi menghabiskan anggaran negara saja," ujar Fickar kepada Kompas.com, Senin (5/2/2018).

Sebabnya, KPK adalah lembaga penegak hukum. Derap kerjanya didasarkan kepada hukum acara dan peraturan perundangan yang berlaku, termasuk dalam hal pengawasan.

(baca: Rekomendasi Pansus Usulkan Pembentukan Dewan Pengawas KPK)

Dalam konteks hukum acara dan peraturan perundangan saat ini, pengawasan atas KPK sudah diatur melalui sejumlah bentuk, antara lain praperadilan, tidak adanya wewenang menerbitkan SP3 dan gugatan secara perdata atau laporan pidana jika ada penyimpangan pelaksanaan kerja.

Secara internal, KPK juga sudah memiliki Pengawas Internal dan Komite Etik untuk menjaga cara bertindak personel KPK.

"Jadi secara internal, KPK memiliki sistem pengawasan internal yang kuat," ujar dia.

Fickar melanjutkan, tidak seluruhnya rekomendasi Pansus Hak Angket KPK tidak relevan. Ada beberapa poin yang dinilainya memang dibutuhkan oleh lembaga antirasuah tersebut.

(Baca juga : Pansus Angket Usul Bentuk Dewan Pengawas, Ini Tanggapan KPK)

Salah satunya soal peningkatan fungsi koordinasi dengan lembaga penegak hukum lainnya.

"Substansi rekomendasinya sebenarnya menyangkut optimalisasi kinerja dan menurut saya itu sudah tercermin dalam aktivitas KPK selama ini. Hanya saja, yang perlu diperkuat lagi adalah fungsi korodinasi," ujar Fickar.

Ketua DPR Bambang Soesatyo sebelumnya mengatakan, dewan pengawas KPK dipastikan tidak berasal dari DPR, namun dari unsur masyarakat seperti akademisi, ulama, aktivis dan selainnya.

Nantinya, dewan pengawas dibentuk oleh Pimpinan KPK dengan memperhatikan aspirasi publik sehingga prosesnya transparan.

"Salah satu rekomendasi kami adalah sebaiknya KPK segera membentuk dewan pengawas yang melibatkan faksi publik. Pengertian publik bagaimana, ya monggo pimpinan KPK terjemahkan," lanjut politisi Golkar itu.

Kompas TV Agus justru menegaskan Fraksi Demokrat tidak ikut bertanggung jawab terkait isi dari hasil rekomendasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com