Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa yang Bisa Dipidana dalam Pasal soal Alat Kontrasepsi di RKUHP?

Kompas.com - 04/02/2018, 16:32 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua pasal tentang alat mencegah kehamilan (kontrasepsi) dalam Rancangan KUHP, yaitu Pasal 481 dan 483 dinilai menimbulkan kebingungan dan misinterpretasi, siapa yang bisa dikenakan pidana dalam ketentuan ini.

Manajer Program Yayasan Cipta Cara Padu (YCCP) Dini Haryati menjelaskan, penggunaan unsur "tanpa hak" pada Pasal 481 memperkokoh konsep bahwa terdapat pembahasan dalam tindakan yang diatur dalam pasal tersebut.

Pasal 481 itu berbunyi setiap orang yang tanpa hak secara terang-terangan mempertunjukkan suatu alat untuk mencegah kehamilan, secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, atau secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan tersebut, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori 1.

"Hal ini berarti mereka yang tidak memiliki hak berdasarkan Undang-undang tersebut, atau peraturan lain yang berlaku, dapat dipidana," kata Dini dalam diskusi di Jakarta, Minggu (4/2/2018).

(Baca juga : Dalam RKUHP, Menunjukkan dan Menawarkan Kondom Bisa Dipidana)

Dalam RKUHP, perbuatan yang dimaksud pada Pasal 481 itu dapat didenda kategori 1 yang maksimum sebesar Rp 10 juta.

Jika dilihat, maka orang yang berpotensi dipidana karena perbuatan Pasal 481 itu diantaranya kader kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama terlatih, lembaga masyarakat, pihak swasta penyedia layanan, serta masyarakat umum yang berupaya mengakses dan mendapat informasi layanan kontrasepsi.

Kemudian, frasa "petugas yang berwenang" pada Pasal 483 menimbulkan kebingungan dan misinterpretasi.

Pasal 483 berbunyi: Tidak dipidana, setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 481 dan pasal 482 jika perbuatan tersebut dilakukan petugas yang berwenang dalam rangka pelaksanaan KB dan pencegahan penyakit menular.

(Baca juga : Jika Menawarkan Kondom Dipidana, Penyebaran HIV/AIDS Akan Meningkat)

"Kalau melihat dua pasal itu berarti orang yang membantu program KB di lapangan harus menjadi petugas berwenang. Padahal kenyataannya, ketika kita melakukan promosi KB, yang di lapangan tidak hanya petugas yang memang diberikan tugas oleh BKKBN atau Dinkes," kata Dini.

Ia menyebut, Pasal 481 dan 483 bertentangan dengan Undang-undang Nomor 52/2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, khususnya Bab X tentang peran serta masyarakat.

Dini mengatakan, sosialisasi program KB, tidak seluruhnya dilakukan oleh petugas atau penyuluh dari BKKBN. Malah kebanyakan dari kader PKK, misalnya, atau ibu-ibu sukarelawan.

(Baca juga : Pasal soal Kontrasepsi di RKUHP Diminta Dihapus)

"BKKBN menurut pengalaman kami, tidak bisa bekerja sendiri. Termasuk dengan masyarakat. Kasihan ibu-ibu ini (fasilitator KB) kalau pasal itu disahkan, bisa dipidana," kata Dini.

Dalam kesempatan tersebut pengurus Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Ramona Sari mengatakan, dibutuhkan banyak kader untuk menjelaskan ke masyarakat soal kontrasepsi dalam penanganan infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS.

"Tidak mungkin semua dokter yang melayani. Karena satu, terbatas. Kedua, kemampuan berbicaranya tidak selihai kader yang sudah terlatih. Kalau (kader) ini saja sudah tidak bisa (melakukan tugasnya), susah cara kita untuk pencegahan HIV/AIDS," kata Ramona.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com