JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Zaadit Taqwa mengacungkan kartu kuning ke Presiden Joko Widodo menarik perhatian masyarakat.
Aksi itu dilakukan Zaadit saat Presiden Joko Widodo menghadiri Dies Natalis ke-68 UI di Balairung UI, Depok, Jumat (2/2/2018) pagi.
Jokowi saat itu baru saja selesai memberikan sambutan dan masih berada di atas panggung untuk sesi foto bersama. Tiba-tiba, Zaadit langsung berdiri dari bangkunya.
Ia mengangkat tinggi-tinggi sebuah buku paduan suara UI berwarna kuning sambil meniup peluit panjang. Bak wasit sepak bola, Zaadit mengibaratkan kartu kuning tersebut sebagai peringatan kepada Jokowi.
"Sudah seharusnya Presiden Joko Widodo diberi peringatan untuk melakukan evaluasi di tahun keempatnya” kata mahasiswa Fakultas MIPA ini.
(Baca juga: Cerita Ketua BEM UI Nekat Kartu Kuning Jokowi dan Diamankan Paspampres)
Aksi Zaadit itu pun langsung menarik perhatian Jokowi dan seisi ruangan.
Seorang personel Pasukan Pengamanan Presiden langsung mengamankan Zaadit ke luar ruangan. Sambil berjalan ke luar ruangan, Zaadit masih terus mengangkat kartu kuning yang ia berikan ke Jokowi. Namun, ia mengaku tak mendapatkan perlakuan kasar dari Paspampres.
"Cuma diminta keterangan saja. Diminta identitas," kata Zaadit.
Tiga isu
Zaadit mengatakan, dalam tahun keempat pemerintahan Jokowi, ada tiga hal yang menjadi sorotan BEM UI. Pertama, isu gizi buruk di Asmat.
Berdasarkan data Kemenkes, terdapat 646 anak terkena wabah campak dan 144 anak menderita gizi buruk di Asmat. Selain itu ditemukan pula 25 anak suspect campak serta empat anak yang terkena campak dan gizi buruk.
BEM UI mempertanyakan kenapa gizi buruk masih terus terjadi meski Papua memiliki dana otonomi khusus yang besar. Pada 2017, dana otsus untuk Papua mencapai Rp 11,67 triliun, yaitu Rp 8,2 triliun untuk Provinsi Papua dan Rp 3,47 triliun untuk Provinsi Papua Barat.
"Kondisi gizi buruk tersebut tidak sebanding dengan dana otonomi khusus yang pemerintah alokasikan untuk Papua," kata dia.
BEM UI juga menyoroti langkah pemerintah mengusulkan asisten Operasi Kapolri Irjen Mochamad Iriawan sebagai penjabat gubernur Jabar dan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin sebagai penjabat gubernur Sumut. Langkah ini dinilai memunculkan dwifungsi Polri/TNI.
"Hal tersebut dikhawatirkan dapat mencederai netralitas Polri/TNI," kata Zaadit.