Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Pasal "Zombie", Pasal Mati yang Hidup Kembali dalam RKUHP

Kompas.com - 01/02/2018, 09:00 WIB
Kristian Erdianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Ajeng Gandini, mengungkapkan bahwa dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), muncul pasal-pasal yang sebelumnya telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Ajeng, setidaknya ada dua hal tindak pidana yang kembali diatur, yaitu tindak pidana penghinaan terhadap martabat presiden atau wakil presiden dan tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah.

"Di RKUHP ada pasal-pasal yang telah mati di KUHP sebelumnya karena sudah dibatalkan MK kemudian muncul kembali di RKUHP. Kami menyebutnya pasal 'zombie', " ujar Ajeng saat ditemui di kantor ICJR, Jakarta Selatan, Rabu (31/1/2018).

Berdasarkan Pasal 263 draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun.

Baca juga: Pernah Dibatalkan MK, Pasal Penghinaan Presiden Muncul Lagi di RKUHP

Sementara Mahkamah Konstitusi melalui putusan No 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam KUHP.

Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis. MK menilai, Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.

Sementara ketentuan penghinaan terhadap pemerintah diatur dalam Buku II Bab V Pasal 284 dan Pasal 285.

Pasal 284 menyatakan, setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya keonaran dalam masyarakat dipidana paling lama 3 tahun.

Baca juga: F-Demokrat, PKS, dan Gerindra Tolak Pasal Penghinaan Pemerintah

Ketentuan ini sebelumnya telah dibatalkan MK dalam perkara No 6/PUU-V/2007. Dalam putusannya, MK menyatakan, ketentuan tersebut, yang ada dalam Pasal 154 dan 155 KUHP, bertentangan dengan UUD 1945.

Ajeng menuturkan, kedua ketentuan tersebut rentan digugat kembali dan dibatalkan MK. Sebab, struktur perumusan pasal dalam RKUHP tidak jauh berbeda dengan rumusan pasal dalam KUHP yang lama.

"Tentu kalau pasal tersebut disahkan bisa kembali diujimaterikan kembali ke MK," kata Ajeng.

Saat dikonfirmasi, juru bicara MK, Fajar Laksono, membenarkan adanya putusan MK yang membatalkan pasal penghinaan presiden.

"Iya pernah. Istilahnya MK membatalkan hatzaai artikelen, pasal kebencian," ujar Fajar saat dihubungi, Rabu (31/1/2018).

DPR anggap perlu

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menilai bahwa pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden perlu diatur lebih tegas dalam KUHP. Menurut Taufik, lembaga kepresidenan perlu dihormati karena dipilih rakyat melalui pemilihan umum.

"Jadi, kalau lembaga presiden kemudian ada istilahnya pencemaran nama baik secara kelembagaan, menurut saya, harus diatur secara undang-undang," ujar Taufik saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/8/2018).

"Prinsipnya presiden itu kan adalah figur. Struktur lembaga kepresidenan yang sama-sama harus kita hormati. Presiden itu hasil dari mandatory rakyat hasil pemilihan," ucapnya.

Baca juga: Pasal Penghinaan Presiden Jadikan Presiden Layaknya Raja Tanpa Kritik

Selain itu, ia juga berpendapat bahwa kementerian atau lembaga lain seharusnya memiliki perlakuan yang sama. Taufik menuturkan, ke depan lembaga tinggi negara harus mendapat porsi yang sama.

"Ke depan tidak hanya presiden. Lembaga-lembaga yang disebut sebagai lembaga tinggi negara harus dapat porsi yang sama," kata Taufik.

Anggota Komisi III sekaligus politisi PDI-P Junimart Girsang saat ditemui di gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (31/1/2018). Anggota Komisi III sekaligus politisi PDI-P Junimart Girsang
Secara terpisah, anggota Komisi III, Junimart Girsang, membenarkan bahwa pasal penghinaan terhadap presiden kembali diatur dalam RKUHP. Dalam rapat pembahasan RKUHP, ia mengaku sudah mengingatkan soal putusan MK yang pernah membatalkan pasal itu.

"Saya kemarin mengatakan bahwa jangan sampai nanti MK membatalkan kembali. Jawaban saya itu saja. Jangan sampai nanti pasal ini diuji lagi di MK kemudian dibatalkan lagi," ujar Junimart saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Selain itu, ia juga menuturkan, dirinya sudah membacakan pertimbangan putusan MK di hadapan peserta rapat.

"Kita harus baca juga pertimbangan hukum dari MK di dalam menghapuskan pasal itu dulu. Justru saya bacakan itu (putusan MK)," katanya.

"Jangan sampai dua kali. Malu kita. Jangan sampai nanti MK membatalkan kembali. Kalau saya ditanya, ya, harus masuk. Tetapi kita harus berpikir ke depan. Kita sudah lama bekerja, tetapi dibatalkan seketika. Kita harus berpikir rasional," kata Junimart.

Draf RKUHP tengah dibahas antara DPR dan pemerintah sebelum disahkan dalam rapat paripurna 14 Februari 2018.

Kompas TV Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy meminta isu tentang perilaku LGBT tidak dijadikan sebagai pencitraan politik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com