Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Noken Masih Rawan Memicu Konflik Kekerasan pada Pilkada Papua

Kompas.com - 31/01/2018, 22:31 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Provinsi Papua menjadi salah satu wilayah yang akan menggelar Pilkada Serentak 2018. Selain di tingkat provinsi, tujuh kabupaten/kota juga akan menggelar pilkada serentak, yakni Biak Numfor, Deiyai, Jayawijaya, Mamberamo Tengah, Mimika, Paniai, serta Puncak.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menuturkan, wilayah-wilayah yang akan melangsungkan pilkada serentak tersebut masuk dalam daerah rawan konflik, sebagaimana pemetaan Bawaslu RI dan Polri.

Berdasarkan pengalaman pilkada-pilkada sebelumnya, konflik bahkan menyebabkan korban jiwa. Misalnya dalam Pilkada Kabupaten Puncak 2011, sebanyak 57 orang menjadi korban jiwa pada tahapan pencalonan.

Sementara itu pada Pilkada Jayawijaya 2014, satu orang menjadi korban jiwa saat pembentukan daerah pemilihan.

Menurut Titi, salah satu pemicu kerawanan konflik dalam Pilkada Papua adalah adanya sistem noken. Penggunaan sistem noken telah disahkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 47/81/PHPU.A/VII/2009, sebagai budaya asli Papua.

"Dua isu penting yang selalu menyertai pilkada di wilayah Papua adalah sistem noken dan konflik kekerasan," kata Titi dalam sebuah diskusi di KPU, Jakarta, Rabu (31/1/2018).

(Baca juga: Rentan Manipulasi, Komnas HAM Minta Pemberlakuan Sistem Noken di Papua Diperjelas)

Apa itu sistem noken? Titi menjelaskan, ada dua mekanisme penggunaan sistem noken. Pertama, penggunaan noken untuk menggantikan kotak suara.

Surat suara diletakkan di dalam tas noken yang biasanya dipegang oleh para saksi dari pasangan calon.

Seorang petugas KPPS tengah menunjukkan surat suara dalam penghitungan suara seusai pemungutan suara, Selasa (29/1/2013) di TPS Kampung Wiligatnem, Jayawijaya. Warga di kampung itu menggunakan sistem noken sebagai sarana pemilihan.
KOMPAS/B JOSIE SUSILO HARDIANTO Seorang petugas KPPS tengah menunjukkan surat suara dalam penghitungan suara seusai pemungutan suara, Selasa (29/1/2013) di TPS Kampung Wiligatnem, Jayawijaya. Warga di kampung itu menggunakan sistem noken sebagai sarana pemilihan.
Kedua, sistem noken di mana kepala suku memilih untuk dan atas nama pemilih di kelompok sukunya. Kedua mekanisme ini sama-sama tidak bersifat rahasia.

"Jadi, bukan pemilihan langsung yang rahasia, di mana satu orang-satu suara-satu nilai. Tetapi, pemilihan konsensus yang biasanya berdasarkan kesepakatan atau keputusan bersama di suatu suku yang diwakili melalui kepala suku," ucap Titi.

(Baca juga: KPU Akan Fasilitasi Penggunaan Sistem Noken di Papua Saat Pilkada 2017)

Titi lebih lanjut mengatakan, sistem noken ini sangat rawan kecurangan. Pelaksanaan sistem noken pada Pilkada Papua sangat sering berujung pada perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Hampir tidak ada penggunaan noken yang tidak berujung ke MK," ucap Titi.

PHPU utamanya terjadi karena adanya keberatan dari orang-orang yang suaranya dianggap diwakili oleh kepala suku. Di samping itu, lanjutnya, pada kenyataannya sistem noken juga diikuti praktik intimidasi, kekerasan, dan jual-beli suara.

"Jadi biasanya calon atau parpol yang tidak bertanggung jawab itu membayar kepala suku untuk memilih calon yang punya uang tadi," ucap Titi.

(Baca juga: Sistem Noken Dipermasalahkan, KPU Serahkan Pengaturan ke Daerah)

Sehingga, kata dia, noken yang awalnya betul-betul murni sebagai kearifan lokal, berubah menjadi sesuatu yang dimanipulasi baik karena tekanan kekerasan maupun intervensi uang.

Titi pun berharap seiring adanya modernisme, pengetahuan pendidikan politik, serta akses informasi yang semakin baik, mestinya sistem noken ini bisa disesuaikan dengan praktik yang lebih melindungi hak warga negara.

"Hak warga negara itu satu orang-satu suara-satu nilai dan harus difasilitasi memilih dengan rahasia. Apalagi dalam praktiknya ditemukan noken-noken yang dimanipulasi atau diintimidasi karena adanya praktik politik uang atau suap kepada kepala suku," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com