Siap diberi sanksi
Pasca polemik mencuat, Tjahjo tetap kukuh bahwa usulannya sudah tepat. Tjahjo bahkan menegaskan dirinya siap diberi sanksi oleh Presiden Jokowi jika usulannya menunjuk petinggi Polri sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara ternyata keliru.
"Kalau apa yang saya sampaikan salah saya terima. Kalau melanggar melanggar yang mana? Saya siap mau diberi sanksi mau dianggap salah mau dianggap apa kami siap," kata Tjahjo.
Presiden Joko Widodo sendiri saat ini masih dalam rangkaian kunjungan ke sejumlah negara di Asean. Belum ada pernyataan dari Jokowi atau pun pihak istana terkait polemik ini.
Adapun usulan Mendagri ini tetap harus disetujui terlebih dahulu oleh Jokowi dan ditetapkan melalui Keputusan Presiden.
PDI-P membantah
Status Tjahjo sebagai politisi PDI-P lantas membuat partai berlambang banteng tersebut menjadi tertuduh. Ada anggapan, PDI-P sengaja meminta Tjahjo untuk membuat usulan penjabat gubernur dari Jenderal Polisi ini. Dengan begitu, PDI-P bisa menang di Pilgub Sumut dan Jabar.
Sementara di Pilkada Jawa Barat, PDI-P maju sendiri dengan mengusung kadernya Tubagus Hasanuddin berpasangan dengan mantan Kapolda Jabar Irjen Anton Charliyan.
Namun, tuduhan ini langsung dibantah oleh Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto. Ia menegaskan partainya tidak mengintervensi Tjahjo dalam menunjuk penjabat Gubernur.
"PDI-P tidak pernah mendorong alat negara untuk dipakai sebagai alat pemenangan bagi PDI-P. Kalau kami menggunakan alat negara untuk pemenangan kami sudah menang di (pilkada) Banten," kata Hasto.
Hasto balik menuding balik bahwa pihak-pihak yang memunculkan isu tersebut mungkin mempunyai pengalaman pernah menggunakan alat negara demi menang Pilkada.
"Kepada pihak yang berpikir itu merupakan bagian dari pemenangan segala cara, mungkin masa lalunya mereka pernah punya pengalaman menggunakan alat-alat kekuasaan demi menang," ujar Hasto.
Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo perlu mempertimbangkan suara publik terkait usulan pengangkatan perwira tinggi Polri sebagai penjabat gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Basarah mengakui, publik meragukan netralitas perwira tinggi Polri jika diangkat sebagai penjabat gubernur. Khususnya di Jabar.
Publik menilai ada Anton Charliyan sebagai mantan Kapolda Jabar yang diusulkan sebagai calon wakil gubernur Jabar. "Itulah yang dikaitkan dengan netralitas Polri, jangan-jangan Pak Iriawan akan bersikap tidak netral. Asumsi-asumsi seperti ini perlu diperhatikan Mendagri," ujar Basarah.