JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menceritakan pengalamannya saat menjaga netralitas TNI pada Pemilihan Presiden 2014. Saat itu, Moeldoko masih menjabat sebagai Panglima TNI.
"Waktu itu ada dua kekuatan (pasangan calon). Face to face. Calon yang satu mantan TNI. Waktu itu saya Panglima TNI, sehingga kecenderungan masyarakat curiganya pada saya," ujar Moeldoko membuka pidato dalam acara Seminar Nasional tentang Pilkada damai di Gedung Krida Bhakti, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (24/1/2018).
Di tengah persepsi demikian, Moeldoko langsung meresponsnya. Ia memberikan pesan ke eksternal dan internal TNI.
Kepada pihak di luar TNI, Moeldoko berpesan agar jangan mencoba mengganggu personel TNI dengan tawaran pragmatisme politik.
(Baca juga: Perjalanan Moeldoko, dari Panglima TNI hingga Ditunjuk Presiden Jadi KSP)
Moeldoko meminta pihak luar tidak mempengaruhi TNI supaya tergoda ambil bagian dalam mendukung kelompok politik tertentu.
"Pesan ke dalam, 'Eh, lu jangan macam-macam dengan politik. Kalau macam-macam, coba- coba ke luar, perintah saya sebagai Panglima adalah, leher kamu akan saya gorok'," kata Moeldoko.
Moeldoko pun bersyukur anak buahnya saat itu menaati perintahnya. Pilpres 2014 berjalan dengan lancar tanpa ada kasus TNI ikut berpolitik praktis.
(Baca juga: Kata Moeldoko, Kehadiran Jenderal di Sekitar Jokowi Beri Warna Tersendiri)
Ia sekaligus berharap supaya Pemilu 2019 berjalan jujur, adil dan bebas dari praktik politik yang dilakukan oknum TNI dan Polri. Masyarakat diminta turut menjaga agar suasana tersebut tetap terwujud.
"Bangsa Indonesia pada dasarnya telah memiliki kedewasaan berdemokrasi, kedewasaan di dalam berpolitik yang sangat baik. Sudah terbukti beberapa Pemilu, semuanya berjalan dengan baik," ujar Moeldoko.