JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Institute Criminal for Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menyayangkan munculnya isu zina dan LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) di seputar pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (KUHP) di DPR.
Menurut Erasmus, isu perzinaan dan LGBT yang dilontarkan oleh para politisi belakangan ini sangat lekat dengan politik.
Ia berharap semua pihak bersikap kritis terkait kedua isu tersebut menjelang tahun politik, sebab tak menutup kemungkinan isu zina dan LGBT dijadikan alat untuk meraup dukungan.
"Saya melihatnya isu itu hanya dijadikan bahasa politik ya. Padahal ya sudah diatur, sekarang sudah diatur di UU dan KUHP. Penyebutan khusus itu ya gaya politik. Jualan politik saja," ujar Erasmus saat dihubungi, Selasa (23/1/2018).
(Baca juga: Perluasan Pasal Zina dan Kriminalisasi LGBT dalam RKUHP)
Erasmus menjelaskan, usul perluasan pasal zina atau pasal-pasal yang terkait kejahatan kemanusiaan sudah ada sejak dalam rumusan rancangan KUHP yang diusulkan sejak awal.
Selain itu, secara prinsip tindak pidana pencabulan memang mengenal gender.
"Kalau pakai rumusan yang diusulkan di RKUHP sebetulnya sudah diatur. Sangat terlihat ini jualan politik. Kasihan masyarakat yang tidak paham," tuturnya.
Selain itu ia juga mengkritik anggota parlemen yang terkesan hanya fokus pada isu zina dan LGBT terkait pembahasan RKUHP.
(Baca juga: Ketua DPR: Tak Ada Pembahasan RUU Khusus Terkait LGBT)
Sementara pasal lain yang dinilai jauh lebih krusial seringkali luput dari perhatian.
Erasmus mencontohkan format pasal penghinaan terhadap presiden yang secara jelas melanggar putusan Mahkamah Konstitusi.
Adapula pasal makar yang kerap digunakan untuk mengkriminalisasi seseorang.
Isu kriminalisasi alat kontrasepsi yang membahayakan penanggulangan bahaya HIV/AIDS pun tidak dibahas secara serius.
"Jadi, pasal yang penting-penting buat masyarakat tidak dijadikan fokus," kata Erasmus.
Tidak Aktif
Di sisi lain, lanjut Erasmus, sepanjang pengamatan ICJR, tidak banyak anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP yang aktif selama pembahasan.
Menurut Erasmus, dari 25-30 anggota Panja hanya beberapa anggota saja yang aktif dalam rapat pembahasan.
"Yang fokus cuma Bang Benny K. Harman sebagai ketua, dan Bang Arsul Sani dengan beberapa saja yang sering datang," ungkapnya.
Sebelumnya isu zina dan LGBT sempat terlontar dari Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan.
(Baca juga: Geger Pernyataan Zulkifli Hasan soal LGBT, Ini Klarifikasi PAN)
Sejumlah media memberitakan, Zulkifli menyebut ada 5 fraksi di DPR yang menyetujui LGBT. Media mengutip pernyataan Zulkifli saat menghadiri Tanwir I Aisyiyah di Surabaya, Sabtu (20/1/2018).
Fraksi-fraksi di DPR pun langsung bereaksi dan mempertanyakan maksud pertanyaan Ketua Umum DPP PAN tersebut.
Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto mengklarifikasi bahwa Zulkifli tidak pernah menyebut bahwa 5 fraksi di DPR menyetujui LGBT. Saat itu, kata Yandri, Zulkifli justru menyebut ada 5 fraksi menolak LGBT.
"Jadi ada berita dari media online bahwa ada empat fraksi yang menolak LGBT. Nah, kata Bang Zul, tidak, PAN pun menolak, jadi ada lima yang menolak," ujar Yandri.
"Nah kalau persoalan misalkan disimpulkan lima fraksi menolak, lima menyetujui, itu kan bahasa media dan Bang Zul tidak pernah menyampaikan itu," tambah Ketua DPP PAN ini.
Tengah Dibahas
Perluasan pasal yang mengatur tentang perzinaan dan kriminalisasi kelompok LGBT mengemuka dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di DPR.
Sebelum revisi, KUHP memang telah mengatur soal pencabulan sesama jenis terhadap anak di bawah umur yang sudah dikategorikan sebagai tindak pidana.
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan, dalam pembahasan Panitia Kerja (Panja) Komisi III, muncul usulan bahwa pidana pencabulan sesama jenis tidak hanya berlaku untuk korban anak di bawah umur, tetapi juga pencabulan yang dilakukan antara orang dewasa sesama jenis.
Selain itu, muncul juga usulan untuk memperluas pasal zina. Selama ini perbuatan zina yang bisa dipidana mensyaratkan adanya ikatan perkawinan.
(Baca juga: Bambang Soesatyo Pertaruhkan Jabatan Ketua DPR agar LGBT Tak Dilegalkan)
Sementara dalam RKUHP diusulkan dua orang yang melakukan zina tanpa ikatan perkawinan bisa dipidana dan termasuk dalam delik aduan.
"Ada (pembahasan LGBT) dalam satu pasal di RUU KUHP yang sedang dibahas di Panja Komisi III. Bahkan semangat kami di sana adalah selain menolak juga ada perluasan daripada pemidanaan perilaku LGBT itu," ujar Bambang saat ditemui di gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/1/2018).
"Tidak hanya pada pencabulan terhadap anak di bawah umur juga hubungan sesama jenis dapat dikategorikan pidana asusila," tuturnya.
Meski demikian Bambang mengungkapkan bahwa seluruh fraksi belum satu suara mengeni pasal-pasal terkait asusila dalam pembahasan tersebut.
Beberapa fraksi belum satu suara terkait perluasan pasal zina. Sementara pasal terkait LGBT belum dibahas sama sekali.
"Ya ini masih dalam pembahasan. Kita belum (menyepakati). Yang pasti kita harus memperluas cakupan pemidanaannya terhadap perilaku LGBT. Tidak hanya pada perilaku orang dewasa mencabuli anak, tapi juga hubungan sesama jenis itu harus dipidana," kata Bambang.
Cakupan Diperluas
Secara terpisah, anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP dari fraksi PPP Arsul Sani mengatakan, persoalan LGBT masuk masuk dalam pembahasan RKUHP oleh Panja RKUHP Komisi III DPR dengan Tim Pemerintah.
Pembahasan RKUHP ini telah menyelesaikan hampir seluruh rumusan norma hukum untuk Buku I maupun Buku II RKUHP, termasuk pasal-pasal yang terkait perbuatan cabul dengan pelaku LGBT.
"Hasil pembahasan nanti akan dibawa ke forum rapat yang lebih tinggi di Komisi III maupun rapat paripurna DPR," kata Arsul.
"Dalam pembahasan Buku II RKUHP yg berisi pasal-pasal tentang tindak pidana, kata Arsul, dimasukkkan juga pasal perbuatan cabul yang pelakunya tergolong sebagai kelompok LGBT," tambahnya.
(Baca juga: Fraksi PKS Minta Anggotanya di Panja Perjuangkan Larangan LGBT Dalam RUU KUHP)
Arsul menjelaskan, pengaturan pidana tentang perbuatan cabul dalam rapat Panja Komisi III DPR dengan Tim Pemerintah diperluas cakupannya.
Semula dalam konsep awal RKUHP dari pemerintah, perbuatan cabul oleh LGBT atau sesama jenis hanya dipidana jika dilakukan terhadap orang di bawah umur 18 tahun atau anak-anak.
Namun Fraksi PPP dan Fraksi PKS meminta agar pasal tersebut diperluas dan akhirnya ditambah dengan satu ayat baru di mana perbuatan cabul oleh LGBT terhadap orang yang berusia di atas 18 tahun juga dipidana.
"Ancaman pidananya yakni 9 tahun, dalam hal terdapat kekerasan atau ancaman kekerasan, dilakukan di tempat umum, dipublikasikan dan ada unsur pornografi," ungkapnya.
Dalam rapat di tingkat Panja ini, enam fraksi lain setuju dengan usulan perluasan pasal zina dan kriminalisasi LGBT tersebut. Keenam fraksi tersebut adalah Golkar, Nasdem, PKB, Demokrat, Gerindra dan PDIP. Sedangkan PAN dan Hanura tidak hadir dalam rapat Panja tersebut.