JAKARTA, KOMPAS.com — Janji tinggal janji. Demikian pernyataan Ketua DPP Partai Amanat Nasional Yandri Susanto merespons sikap Presiden Joko Widodo yang membiarkan dua menteri di kabinetnya merangkap jabatan partai.
Dua menteri itu adalah Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang merangkap Ketua Umum Partai Golkar, dan Menteri Sosial Idrus Marham yang juga menjabat Koordinator Bidang Hubungan Eksekutif dan Legislatif DPP Golkar.
Sikap Presiden yang "mengistimewakan" Golkar ini berbeda dengan komitmen yang telah disampaikannya sejak awal pemerintahan. Menteri tak boleh rangkap jabatan agar fokus pada kerja pemerintahan.
Baca juga: Menteri Rangkap Jabatan Disarankan Tunjukkan Kinerja demi Citra Jokowi
Komitmen ini pula yang membuat Wiranto, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, melepaskan jabatannya sebagai ketua umum Partai Hanura.
Demikian pula Puan Maharani, yang menanggalkan posisinya di struktur kepengurusan DPP PDI-P.
"Kita ingat betul Pak Jokowi waktu kampanye dan di awal pemerintahannya ketika memilih para menteri, salah satu yang Pak Jokowi hindari adalah rangkap jabatan. Waktu itu kan Mbak Puan harus nonaktif (dari PDI-P), Pak Wiranto harus buat Munaslub (Hanura)," ujar Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/1/2018).
Aturan tak tertulis itu berlaku sejak terbentuknya Kabinet Kerja.
Baca juga: PKB: Berarti Larangan Rangkap Jabatan Sudah Tak Berlaku
Selain Wiranto dan Puan, politisi PDI-P, Tjahjo Kumolo, juga melepaskan jabatan sekjen ketika ditunjuk menjadi Menteri Dalam Negeri.
Sikap Presiden Jokowi menjadi sorotan karena "keistimewaan" untuk Golkar tak didapatkan kader dari partai lain yang duduk di kabinet dan telah mendukung Jokowi sejak masa pencapresan 2014.
Golkar yang baru masuk dalam gerbong koalisi pendukung pemerintah pada Juli 2016 justru mendapatkan keistimewaan.
Inkonsistensi Jokowi terhadap komitmennya terlihat sejak Airlangga terpilih sebagai Ketua Umum Golkar.
Saat ditanya wartawan soal rangkap jabatan Airlangga, mantan Gubernur DKI Jakarta itu kerap menghindar.
Baca juga: Nasdem Anggap Wajar Jokowi Izinkan Rangkap Jabatan di Tahun Politik
Demikian pula ketika wartawan bertanya kepada Airlangga. Ia mengatakan, hal itu merupakan kewenangan Presiden.
Hal itu berlanjut saat Presiden Jokowi melantik Idrus Marham sebagai Menteri Sosial menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang mundur karena mengikuti Pilkada Jawa Timur.
"Artinya janji tinggal janji, komitmen tinggal komitmen. Pak Jokowi sendiri yang melanggar," kata Yandri.
Pengamat politik Point Indonesia, Arief Nurul Imam, mengatakan, ada cara yang bisa dilakukan Presiden Jokowi agar lepas dari kritikan atas komitmen yang dilanggarnya.
Baca juga: PPP: Pak Jokowi Mengubah Kebijakan soal Rangkap Jabatan
Caranya, Jokowi harus menjamin menteri yang rangkap jabatan di kabinetnya menunjukkan kinerja yang baik dan sesuai target.
Jika Jokowi gagal menjamin kinerja dua menteri Golkar tersebut, Imam memprediksi hal itu akan menjadi isu yang akan dimainkan oleh partai oposisi pada 2019.
"Pasti itu akan terus-terusan jadi bahan oposisi sampai nanti 2019," kata Imam.