JAKARTA, KOMPAS.com - Konflik internal Partai Hanura semakin memanas, termasuk mengenai legalitas partai. Kubu Daryatmo telah mendatangi kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, meminta agar surat keputusan yang mengesahkan kepengurusan kubu Oesman Sapta Odang (OSO) dicabut.
Dualisme kepengurusan ini dinilai sangat berisiko terhadap kemungkinan Partai Hanura dapat menjadi peserta Pemilu 2019. Sebab, Partai Hanura juga harus mengikuti tahapan verifikasi faktual pada 28 Januari mendatang.
Partai Hanura perlu mempunyai kepengurusan yang jelas untuk diverifikasi faktual. Akan tetapi, bagi KPU, apa pun urusan di internal partai politik, KPU menggunakan SK kepengurusan terakhir yang disahkan oleh Kemenkumham sebagai dasar verifikasi faktual.
"Urusannya KPU adalah dokumen SK Kemenkumham. Itu saja. Jadi yang akan ditemui mestinya orang yang disebut dalam SK Kemenkumham," kata Komisioner KPU Hasyim Asy'ari, saat ditemui di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Senin (22/1/2018).
(Baca juga: Menkumham Khawatir Konflik Partai Hanura Berdampak hingga Pemilu)
Hasyim juga menegaskan, sepanjang tidak ada perubahan dengan SK Kemenkumham, maka dokumen terakhirlah yang akan menjadi pegangan KPU dalam memverifikasi faktual Partai Hanura.
Lantas, bagaimana jika kedua kubu sama-sama mengklaim memiliki SK Kemenkumham?
"Itu, urusannya yang menerbitkan SK (Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly)," kata Hasyim.
Namun, Hasyim kembali menegaskan KPU mengacu pada SK terbaru yang dikeluarkan Kemenkumham.
"Prinsip hukum, produk hukum terbaru yang dipakai sebagai dasar," kata dia.