JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan pihaknya sudah meminta Badan Reserse Kriminal Polri untuk mengusut kasus 72.000 akun fiktif pendaftar paspor.
Bareskrim menurut dia telah menemukan indikasi siapa pelaku yang terlibat dibalik aksi yang sempat mengganggu sistem aplikasi antrean paspor Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kemenkumham itu.
"Bareskrim sudah melakukan penyisiran, sudah ada indikasi beberapa orang dan kami minta untuk ditindak," kata Yasonna, saat ditemui di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Minggu (21/1/2018).
Yasonna menduga, mereka yang terlibat di sini adalah para calo yang kehilangan pekerjaan karena kementeriannya membuat layanan pengurusan secara online.
Dengan 'membajak' lewat akun fiktif itu, Yasonna menduga para pelaku ingin mengembalikan pola lama yakni agar warga mengurus paspor dari para calo itu.
Dia menegaskan kementeriannya tidak lagi menolerir munculnya kembali calo dalam mengurus paspor.
"Dia bisa saja mau membajak sistem ini supaya kembali ke pola lama, enggak kami enggak mau mundur," ujar Yasonna.
(Baca juga: Polisi Dalami Laporan Ditjen Imigrasi Terkait Permohonan Fiktif Paspor Online)
"Ini harus kami lakukan supaya jangan melakukan hal-hal yang tidak baik untuk pelayanan publik. Ini kepentingan publik, bukan kepentingan Imigrasi. Kasihan rakyat mau daftar paspor online sudah kami buat aplikasi, tetapi dibajak sehingga orang tidak bisa masuk sistem ini," ujar Yasonna.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi sebelumnya mencatat, ada lonjakan permohonan paspor yang signifikan pada tahun 2017.
Angkanya mencapai 3,1 juta permohonan atau naik 61.000 permohonan jika dibandingkan 2016.
Setelah ditelusuri, tidak semua permohonan paspor itu benar. Ada lebih dari 72.000 permohonan paspor ternyata fiktif.
Hal ini mengganggu sistem aplikasi antrean paspor sehingga masyarakat sulit mengajukan permohonan online.
"Terdapat puluhan oknum masyarakat yang melakukan pendaftaran fiktif," ujar Kepala Bagian Humas dan Umum Dirjen Imigrasi, Agung Sampurno seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Jakarta, Senin (8/1/2018).
Dari investigasi yang dilakukan Ditjen Imigrasi terungkap, ada kejanggalan dalam pengajuan permohonan paspor.
Misalnya, satu akun diketahui mengajukan permohonan hingga 4.000 kali dalam sekali pendaftaran.
Menurut Agung, hal itu dilakukan dengan maksud menutup peluang masyarakat lainnya sehingga kuota permohonan paspor akan habis.
Akibatnya, terjadi antrean permohonan paspor sejak September-Desember 2017 dan belum bisa terlayani hingga awal 2018.