Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karutan Purworejo Diciduk, Buwas Teringat Idenya Lapas Dijaga Buaya

Kompas.com - 17/01/2018, 13:35 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Narkotika Nasional Budi Waseso (BNN) menganggap, terungkapnya keterlibatan Kepala Rumah Tahanan Klas IIB Purworejo (nonaktif) Purworejo Cahyono Adhi Satriyanto dalam kasus pencucian uang dari kejahatan narkotika dianggap lemahnya pengawasan di dalam rutan ataupun lapas.

Ia kembali mengungkit idenya untuk mengerahkan hewan buas, seperti buaya, harimau, ataupun piranha untuk menjaga lapas.

"Saya pernah bicara, yang jaga bukan lagi manusia. Yang jaga adalah buaya," ujar Buwas di kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Rabu (17/1/2018).

Namun, kata Buwas, ide tersebut ditentang oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di Jawa Timur.

Ide Buwas dianggap tidak rasional dan mengada-ada. Buwas juga dianggap hanya mencari-cari kesalahan pihak lapas.

Buwas mengatakan, Kakanwil tersebut menyatakan bahwa buaya atau hewan buas apapun juga bisa disuap hingga jinak.

"Makanya saya tantang, kita datang saja ke kolam buaya. Kalau dia nyemplung, pasti diemut juga. Biar ikan piranha dikasih makan kenyang, begitu kita nyemplung di situ, digerogotin juga," kata Buwas.

(Baca juga: Budi Waseso: Lapas Harus Dijaga Buaya, Terbukti Kan Hari Ini?)

Buwas mengatakan, sebenarnya ide tersebut ungkapan kekesalannya karena bobroknya sistem pengawasan di lapas maupun rutan.

Narapidana bisa kongkalingkong dengan petugas sehingga memiliki akses yang tak terbatas. Bahkan, mereka masih bisa menjalankan bisnis narkoba dari balik jeruji besi.

BNN, kata Buwas, sejak dulu menyampaikan fakta tersebut. Namun, yang muncul hanya pembelaan dari pihak Kemenkumham.

"Sekarang peredaran lebih banyak bebas di lapas. Bukan kata saya itu, ada buktinya. Tanya ke penghuni lapas bagaimana peredaran di lapas. Pake narkotika di lapas aman, karena dilindungi," kata Buwas.

Sampai akhirnya terungkap kasus yang melibatkan Cahyono dalam pusaran pencucian uang bandar narkoba bernama Kristian Jaya Kusuma alias Sancai.

"Baru keliatan keterlibatan oknum pejabat. Kepala rutannya," lanjut dia.

(Baca juga: Curhat Buwas soal Buku Pelajaran BNN yang Tak Laku di Indonesia tetapi Dipakai Negara Lain)

 

Cahyono diduga menerima uang sebesar Rp 313,5 juta yang diserahkan dalam 18 kali transaksi. Uang yang diterima Cahyono digunakan untuk berbagai kebutuhannya dan Rutan Purworejo.

Saat ini, ia telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan pencucian uang dari hasil tindak pidana narkotika. Selain Cahyono, BNN juga menangkap Sancai serta dua rekannya, Samiran, dan Charles Cahyadi.

Untuk menampung hasil bisnis narkotika, Sancai meminta rekannya membuat rekening atas nama orang lain. Samiran dan Charles ditangkap di Banjarmasin, Kalimantan Timur, beserta barang bukti berupa dua emas batangan seberat 1.350 gram dan uang tunai Rp 400 juta yang disimpan di safety box Bank Panin Banjarmasin.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 3, 4, 5, dan 10 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 137 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. 

Kompas TV Ada beberapa negara yang selama ini dikenal sebagai pemasok narkoba dalam jaringan besar ke Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com