JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia menilai adanya potensi konflik kepentingan dalam langkah pemerintah melakukan impor beras 500.000 ton dari Thailand dan Vietnam.
Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan, konflik kepentingan ini dapat dilihat dari pihak yang ditunjuk sebagai importir.
Kementerian Perdagangan menunjuk PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara. Padahal, seharusnya yang diberikan tugas impor dalam upaya menjaga stabilitas harga adalah Bulog.
Baca juga : Kenapa Pemerintah Buka Keran Impor Beras?
Hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d Perpres No. 48/2016 dan diktum ketujuh angka 3 Inpres No. 5/2015.
"Penunjukan PT PPI sebagai importir berpotensi melanggar Perpres dan Inpres," kata Alamsyah dalam jumpa pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (15/1/2018).
Alamsyah mengatakan, sebelum memutuskan impor beras oleh PT PPI, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita telah menerbitkan Permendag Nomor 1/2018. Peraturan itu mengatur BUMN bisa melakukan impor secara langsung.
Baca juga : Jalan Panjang Mendag Keluarkan Kebijakan Impor Beras
Ombudsman menilai aturan tersebut dibuat begitu cepat dan tanpa sosialisasi juga berpotensi mengabaikan prosedur dan mengandung potensi konflik kepentingan.
"Ada konflik kepentingan dengan Permendag Nomor 1 untuk mengatur agar BUMN bisa mengimpor secara langsung dan kemudian ditunjuk lah PT PPI sebagai importir," kata Alamsyah.
Padahal, Alamsyah menilai, PT PPI tidak berpengalaman melakukan operasi pasar.
Alamsyah pun mempertanyakan, nantinya untuk siapa keuntungan yang didapat pemerintah dari impor beras ini. Ia menghitung, keuntungan dari impor ini bisa mencapai triliunan rupiah.
"Apakah jadi keuntungan PT PPI atau yang lain," kata dia.