Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, mahar politik bukan menjadi sesuatu yang tabu, tetapi sulit dibuktikan.
Ia mengatakan, beberapa calon kepala daerah mengaku ada sejumlah dana yang cukup besar yang diminta partai politik agar bisa meminang calon tersebut.
"Saat itu bargaining position partai sangat tinggi. Konsekuensiny,a siapa yang bisa dapatkan tiket dari saya adalah yang bisa sepakat jumlah uang yang sama dan punya kepentingan yang sama," ujar Yunarto.
Baca juga: Cerita Megawati yang Sebal Ahok Bicara soal Mahar Politik
Biasanya, kata Yunarto, mahar diberikan dalam bentuk tunai agar tidak terlacak.
Supaya bentuk fisiknya tidak mencolok, kerap diberikan juga dalam bentuk mata uang asing. Bahkan, ia menganggap jumlah mahar bisa lebih besar dari dana kampanye.
Untuk Pilkada 2018, dengan 171 daerah yang akan melakukan pemilihan serentak, Yunarto menyebutkan, mahar politik naik berkali-kali lipat. Apalagi, bagi partai yang mengusung calon kepala daerah di menit-menit terakhir pendaftaran.
"Saya merasakan dan apa yang saya dengar jumlah mahar 2018 bukan hnnya paling besar, tapi saya lihat ada kenaikan berkali-kali lipat. Itu yang saya dengar, ya," kata Yunarto.
Baca juga: ICW: Mahar Politik Bikin Biaya Politik Jadi Tinggi
Selain mahar, politik uang juga menjadi hal yang selalu membayangi di setiap kontestasi politik.
Bahkan, politik uang sudah dianggap sebagai hal yang lumrah di dunia politik. Masyarakat menganggap bahwa setiap pemilihan merupakan ajang bagi-bagi uang, sembako, ataupun sekadar atribut partai.
"Sama kayak tidak sadar pelaku korupsi. Nyogok polisi saat ditilang, itu sudah korupsi. Bikin SIM nembak, itu dianggap sudah tradisi," kata Yunarto.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.