JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, kasus yang menjerat advokat Fredrich Yunadi dan dokter Rumah Sakit (RS) Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, menjadi peringatan kepada semua pihak agar tidak menggunakan profesi mereka untuk menghalangi penyidikan.
Fredrich dan Bimanesh ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus dugaan menghalangi dan merintangi penyidikan terkait kasus e-KTP dengan tersangka Setya Novanto.
"Ini peringatan keras kepada pihak lain jangan menghalangi. Kalau menurut saya (perbuatan Fredrich dan Bimanesh) itu termasuk penyalahgunaaan profesi yang tidak dilindungi undang-undang. Yang dilindungi undang-undang kalau dia menjalankan profesi," kata Boyamin, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (11/1/2018).
Baca juga: Fredrich Yunadi Jadi Tersangka Kasus Novanto
Boyamin sendiri mengaku terkejut saat mengetahui keduanya terjerat dugaan tindak pidana menghalangi dan merintangi penyidikan e-KTP.
Dia khawatir, KPK salah langkah dengan penetapan pengacara dan dokter sebagai tersangka itu.
Misalnya, pengacara dalam hal membela kliennya. Dia mencontohkan, kasus pidana yang pernah menjerat pengacara Rangkey Margana di Salatiga.
Kala itu polisi menetapkan Rangkey dengan dugaan tindak pidana menghalangi penyidikan.
"Rangkey Margana ketika dia membela kliennya, mengirim surat ke kliennya untuk tidak datang panggilan, kemudian akan mempersiapkan praperadilan, nah itu oleh polisi kemudian dianggap sebagai pencemaran nama baik dan menghalangi penyidikan," ujar Boyamin.
Baca juga: Diduga Berkomplot dengan Dokter Bimanesh, Fredrich Sebut KPK Memfitnah
Rangkey kemudian ditahan selama satu bulan.
Dalam persidangan, hakim kemudian memutuskan bahwa Rangkey tidak bersalah dan divonis bebas.
"Hakim menyatakan bahwa perbuatannya sah. Tidak melanggar hukum dan dibebaskan karena dalam rangka membela klien," ujar Boyamin.
Akan tetapi, kata Boyamin, dalam kasus Fredrich dan Bimanesh, ia menilai tindakan KPK tepat setelah mengetahui alasan penetapan tersangka keduanya.
"Nampaknya KPK punya data bahwa itu ada modus untuk merekayasa rekam medik, dan mengatur rumah sakit. Nah, itukan sudah menyalahgunakan wewenang dalam hukum, menyalahgunakan profesi," ujar Boyamin.
"Saya kaget juga kemarin, pikir saya kalau putusannya bebas seperti (kasus Rangkey) Salatiga ini kan saya khawatir KPK suatu saat kalah beneran. Tapi, ternyata kan ketika kemarin jumpa pers menyatakan itu, berarti memang kena ini," ujar Boyamin.
Halangi penyidikan
KPK sebelumnya mengungkapkan adanya dugaan persekongkolan antara Fredrich dengan dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, KPK menduga kedua tersangka bekerja sama memasukkan Novanto ke RS tersebut untuk dilakukan rawat inap dengan data-data medis yang diduga dimanipulasi.
Bimanesh merupakan dokter yang pernah merawat Novanto setelah mengalami kecelakaan di kawasan Permata Hijau.
Basaria mengatakan, dugaan keduanya bekerja sama itu agar Novanto dapat menghindari panggilan dan pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Baca juga: Pasca-kecelakaan Setya Novanto, IDI Pernah Minta Klarifikasi Dokter Bimanesh
Meski kecelakaan, Novanto tidak dibawa ke IGD, melainkan langsung ke ruang rawat inap VIP.
KPK menduga keduanya melakukan tindak pidana mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan kasus e-KTP dengan tersangka Setya Novanto.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.