Saat itu, pihak imigrasi di bandara memberikan stempel pada paspor Fredrich, yang artinya tidak ada masalah.
"Namun, ketika selang beberapa meter lewat, dia dikejar orang yang stempel tadi, dikatakan dia enggak bisa berangkat karena dicekal," ujar Sapriyanto.
Fredrich, kata Sapriyanto, mempertanyakan mengapa setelah paspornya distempel baru dinyatakan dicekal. Namun, petugas menyatakan, dia tidak dapat berangkat dan paspornya diambil.
"Ini, kan, menyalahi aturan," ujar Sapriyanto.
Menurut dia, sesuai undang-undang, Imigrasi bisa melakukan pencegahan atas perintah dari instansi lain.
Paling lambat tiga hari setelah permohonan pengajuan itu masuk, imigrasi harus memasukkan orang itu dalam daftar cekal.
Selanjutnya, dalam waktu tujuh hari, Imigrasi memberitahukan kepada orang yang dicekal bahwa tidak bisa ke luar negeri dengan menyebutkan alasan-alasannya.
"Ini enggak ada. Dalam daftar tidak ada, dalam surat tidak ada (diberitahukan)," ujar Sapriyanto.
Pada 19 Desember 2017, setelah Fredrich menemui pihak Imigrasi, dia mendapat print surat yang menyatakan bahwa dirinya dicegah ke luar negeri.
"Dia nge-print surat pemberitahuan yang berlaku mundur tanggal 15 Desember. Ini wakil direktur. Sementara dia bilang direkturnya lagi ke Solo, kok, bisa terbitkan surat," ujar Sapriyanto.
Pada 3 Januari 2018, lanjut Sapriyanto, Fredrich kembali mendapatkan surat soal pencegahan itu.
"Suratnya tetap tanggal 15 Desember. Jadi, ingin berikan kesan seolah-olah tanggal 15 dia (Imigrasi) sudah berikan surat ke Pak Yunadi. Ini kan sudah kebaca arahnya ke mana," ucapnya.
Pihaknya menyimpulkan Imigrasi melakukan pelanggaran.
"Kami menganggap ada undang-undang yang dilanggar, Imigrasi melakukan pencekalan tidak sesuai undang-undang," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.