Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Miftah Sabri
CEO Selasar Indonesia

CEO Selasar Indonesia

Urgensi Platform Politik Baru

Kompas.com - 10/01/2018, 08:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

ERA perjuangan kemerdekaan adalah era penentu apakah Indonesia mampu menjadi sebuah negara bangsa merdeka atau terus-menerus ada di bawah kaki penjajah.

Para founding fathers kita telah membuktikan itu dengan segala daya dan upaya. Akhirnya Indonesia lepas dari kerakusan penjajahan dan berdiri tegak layaknya negara bangsa yang lain.

Banyak nyawa yang menjadi penopangnya. Banyak tinta dan suara untuk mengadvokasinya. Banyak pula konflik internal di dalamnya. Tapi Indonesia berhasil melewati.

Indonesia menjadi negara merdeka, memilih presiden dan wakil presiden sendiri, membentuk pemerintahan sendiri, layaknya sebuah negara bangsa. Gelombang suka cita menyambutnya dengan riang gembira, menyambut deklarasi kemerdekaan sebagai tonggak pertama berdirinya sebuah negara bangsa bernama Indonesia.

Platform politik anti-imprealisme dan anti-kolonialisme yang terbentuk secara masif di kepala manusia-manusia Indonesia waktu itu berhasil membuahkan pergerakan-pergerakan yang membebaskan belenggu penjajahan Belanda.

Setelah deklarasi, platform politik berganti. Reaksi penjajah tampaknya tak menerima. Upaya-upaya pencaplokan kembali terus dilakukan.

Platform politik berubah dari antikolonialisme menjadi "platform mempertahan kemerdekaan", apa pun taruhannya. Perang tersuluk di beberapa lokasi. Bahkan ibu kota sempat berpindah-pindah. Sampai akhirnya lahirlah kesepakatan Meja Bundar di Belanda. Indonesia akhirnya diakui oleh penjajah.

Platform politik baru lahir mengisi kemerdekaan tahap pertama, yakni nation building. Semua alat dan perangkat negara yang dibutuhkan diadakan. Ideologi negara disepakati. Undang-Undang Dasar dibentuk. Demokrasi dipilih sebagai jalan kebangsaan, yakni demokrasi Pancasila versi awal kemerdekaan.

Partai-partai pun bermunculan. Tahun 1955, pemilu pertama diadakan. Kekuatan-kekuatan politik domestik terbentuk. Namun, memang belum seindah harapan. Mosi tak percaya sering terjadi. Pemerintah berganti bentuk, manusianya pun demikian, kecuali Soekarno dan Hatta yang masih bersama sampai 1959.

Stabilitas politik menjadi barang mahal ketika itu. Demokrasi yang masih muda belum mampu menjadi instrumen penyeimbang konflik kepentingan yang ada. Negara baru bernama Indonesia masih labil. Pun ditambah dengan landscape dikotomis internasional yang terkungkung oleh perang dingin.

Sekalipun pemerintahan baru sudah secara formal menyatakan tidak berdiri di salah satu pihak dan menginisiasi blok baru dengan mengadakan konferensi Asia Afrika, akhirnya kegerahan pun sampai juga ke ubun-ubun.

Soekarno yang berharap Indonesia bisa tancap gas setelah merdeka sangat kecewa dengan instabilitas politik yang lahir dari rahim demokrasi baru tersebut. Ia memilih jalan sendiri, yakni guided democracy atau demokrasi terpimpin.

Demokrasi ala Soekarno membuat Hatta tak betah. Dwi Tunggal berakhir dengan mundurnya Hatta dari bangku wakil presiden. Soekarno praksis sendiri di atas panggung utama. Ditopang dua kekuatan besar yang tak saling mendukung alias sangat konflitual, yakni Angkatan Darat dan PKI atau Partai Komunis Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com