JAKARTA, KOMPAS.com — Sehari setelah Kepala Sub-auditorat III Auditorat Keuangan Negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ali Sadli ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), istri Ali Sadli buru-buru menjual mobil Toyota Fortuner milik suaminya.
Namun, setelah mobil terjual, uang hasil penjualan tidak langsung diberikan kepada istri Ali.
Uang ratusan juta rupiah dititipkan kepada orang lain yang merupakan orang kepercayaan Ali.
Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/1/2018).
Jaksa KPK menghadirkan beberapa saksi. Dua di antaranya adalah auditor BPK, Yudy Ayodya Baruna, dan pengusaha Rasyid Syamsuddin.
"Istrinya Pak Ali bertemu saya di Bintaro. Dia minta dijualkan mobilnya karena butuh uang, dananya untuk bayar biaya pengacara," kata Rasyid kepada majelis hakim.
baca juga: Bakal Diperiksa KPK, Auditor BPK Minta Doa ke Guru Spiritual
Menurut Rasyid, istri Ali awalnya mengaku uang penjualan mobil untuk membiayai pengacara suaminya yang ditangkap KPK.
Namun, istri Ali Sadli meminta agar uang penjualan Rp 420 juta diberikan kepada Supriyadi.
Hal serupa juga dikatakan Yudy Ayodya. Menurut dia, pada malam setelah operasi tangkap tangan, istri Ali memintanya menjualkan semua mobil milik Ali.
Beberapa mobil yang berada di rumah Ali adalah Rubicon, Honda CRV, Toyota Fortuner, dan Toyota Vellfire.
"Jadi, malam itu dibilang, 'Mobil yang bisa dijual ya dijual saja.' Tetapi, yang ada BPKB-nya cuma Vellfire. Saya bilang saya punya teman yang kerjanya jual beli mobil. Lalu, saya tawarkan kepada teman saya, Ardi," kata Yudy.
baca: Auditor BPK Mengaku Tak Tahu Asal "Uang Panas" di Ruang Kerjanya
Sesuai permintaan istri Ali Sadli, uang penjualan mobil senilai Rp 550 juta diberikan kepada Supriyadi.
Dalam kasus ini, Ali Sadli didakwa menerima suap Rp 240 juta dari Irjen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Sugito serta Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektorat Kemendesa PDTT Jarot Budi Prabowo.
Menurut jaksa KPK, uang tersebut diberikan dengan maksud agar Auditor Utama Keuangan Negara III BPK Rochmadi Saptogiri menentukan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Kemendesa PDTT tahun anggaran 2016.
Selain itu, Ali juga didakwa menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang.