Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Bedanya Satgas Antipolitik Uang dengan Sentra Gakkumdu?

Kompas.com - 05/01/2018, 08:25 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mencetuskan ide membuat satuan tugas antipolitik uang (money politic) menjelang Pilkada 2018. Tito ingin Polri bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menangani praktik politik uang yang diprediksi akan ramai menjelang Pilkada 2018.

Ide tersebut disampaikan kepada pimpinan KPK dan mendapat sambutan baik. Sebenarnya, penindakan praktik politik uang jelang pilkada sudah menjadi ranah sentra penegakan hukum terpadu.

Satgas terpadu tersebut terdiri dari Badan Pengawas Pemilu, Polri, dan Kejaksaan Agung yang dibentuk pada 2016. Isinya, Polri bisa menangani kasus yang berkaitan dengan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 sebagaimana perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.

Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa pihak mana pun yang menjalankan praktik politik uang bisa dikenai sanksi. Sanksi yang dimaksud diatur dalam Pasal 187 poin A hingga D dalam UU No 10/2016. Dalam pasal tersebut disebut bahwa orang yang terlibat politik uang sebagai pemberi bisa dipenjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan.

Baca juga: Antisipasi Hoaks dan Isu SARA Jelang Pilkada, Polri Kerahkan Kekuatan Siber

Pelaku juga dikenai denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Tidak hanya kepada pemberi, penerima uang berbau politik itu juga dikenai sanksi pidana yang sama dengan pihak pemberi.

Lantas, apa bedanya satgas antipolitik uang dengan peran Polri dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang sudah ada?

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, pembentukan satgas antipolitik uangmasih dalam rancangan. Nantinya akan disinkronkan antara penegakan hukum di Sentra Gakkumdu dan satgas tersebut.

"Kami sesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing sehingga tidak terjadi tumpang tindih," kata Setyo.

Setyo mengatakan, rencana pembentukan satgas antipolitik uang berangkat dari keprihatinan terhadap calon kepala daerah yang menghalalkan segala cara demi terpilih dalam pilkada. Salah satunya dengan mengeluarkan banyak uang untuk merebut hati masyarakat. Padahal, gaji kepala daerah selama lima tahun menjabat belum tentu bisa mengembalikan ongkos politik yang dihabiskan.

Baca juga: Kurang Anggaran untuk Tangani Perkara, Polri Ingin seperti KPK

"Ditengarai pasti ingin kembalikan modal dengan cara tidak benar. Sistemnya ini mesti dicegah supaya enggak berlangsung money politic," kata Setyo.

Dengan adanya penindakan yang masif, diharapkan ada efek jera. Jika nanti wacana tersebut disetujui, Polri akan berkoordinasi juga dengan kejaksaan untuk sistem peradilannya.

Sebelumnya, Tito Karnavian mengatakan, proses demokrasi, termasuk pilkada, membutuhkan biaya tinggi. Untuk kampanye saja, calon bupati harus merogoh kocek Rp 30 miliar-Rp 40 miliar. Sementara calon gubernur memerlukan dana lebih besar, sekitar Rp 100 miliar. Calon kepala daerah tersebut perlu membangun jaringan setidaknya satu hingga dua tahun. Salah satu cara instan agar menarik minat masyarakat adalah dengan membagikan uang atau bahan pokok.

"Begitu sudah terpilih jadi kepala daerah, gaji seorang bupati paling top dengan segala tunjangan Rp 300 juta. Dikali 12, Rp 3,6 miliar. Dalam lima tahun yang keluar berapa? Apa mau tekor?" kata Tito.

Karena ingin modal saat kampanye kembali, kata Tito, cara-cara kotor pun dilakukan. Di situlah korupsi muncul. Kepala daerah mengambil komisi dari proyek, perizinan, dan lain sebagainya. Ia menganggap, politik uang sudah membuat sistem yang memaksa kepala daerah korupsi.

Baca juga: Irjen Safaruddin Akan Mundur dari Polri jika Resmi Mendaftar Pilkada Kaltim

Apalagi, kesadaran berdemokrasi yang bersih belum merata, terutama di kalangan bawah. Jadi, yang terjadi adalah orang yang memiliki kuasa politik memanipulasi demokrasi itu sendiri.

"Itu terjadi, orang tidak melihat program kampanye, tetapi dilihat yang datang ada duit atau enggak," kata Tito.

Satgas tersebut nantinya akan dibentuk Bareskrim Polri dan menarik anggota yang memiliki idealisme kuat untuk memerangi politik uang. Nantinya akan ada anggaran khusus untuk satgas tersebut.

Menurut rencana, Januari 2018, satgas tersebut sudah mulai bergerak. Polri dan KPK akan membagi porsi dalam penanganan perkaranya. "Polri-KPK punya kemampuan yang kira-kira nanti menyangkut figur-figur yang bisa ditangani KPK, mereka tangani. Yang tidak bisa sama KPK, serahkan ke Polri," kata Tito.

"Kita lihat nanti wilayah mana yang rawan money politic sehingga kecenderungan money politic ini membuat masyarakat takut disuap," lanjutnya.

Kompas TV Polri dan KPK siap berpartisipasi dalam gelaran Pilkada 2018 lewat satgas antipolitik uang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com