Prosedurnya demikian rumit sehingga tidak hanya butuh waktu lama bagi petugas pemilu untuk verifikasi, tetapi juga butuh tenaga dan biaya banyak.
Waktu, tenaga, dan dana tambah besar karena proses hukum penyelesaian sengketa perkara ini bertele-tele.
Cilakanya, syarat pengurus dan anggota partai politik sesungguhnya tidak mencerminkan kemampuan partai politik dalam meraih suara.
Padahal, kalau syarat menjadi partai politik peserta pemilu itu ditentukan kemampuan partai dalam menggalang dukungan untuk mendapat satu kursi di satu daerah pemilihan, maka KPU akan mudah mengerjakannya.
Tahapan pencalonan membutuhkan waktu panjang lebih karena adanya prosedur yang tidak perlu.
Misalnya, dalam soal syarat kesehatan, KPU harus melakukan tes kesehatan buat calon presiden.
Padahal, sama halnya dengan calon anggota DPR, surat keterangan sehat dari dokter, mestinya sudah cukup.
Sama dengan pendaftaran peserta pemilu, proses hukum penyelesaian sengketa pencalonan juga berpanjang-panjang.
Panjangnya prosedur pendaftaran pemilih, pendaftaran peserta, dan pencalonan sesungguhnya ironi, sebab semakin sering berpemilu, semakin panjang proses dan prosedurnya.
Ini mengingatkan pada “rumus kerja” yang digemari birokrat: kalau bisa panjang, mengapa harus diperpendek. Agaknya UU No 7/2017 kena efek “rumus kerja” itu.
Maklum, undang-undang ini dirancang oleh para birokrat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.