Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat Beberkan Tiga Perlakuan Tak Adil Aparat Penegak Hukum

Kompas.com - 04/01/2018, 06:18 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengungkapkan perlakuan tak adil dan sewenang-wenang institusi negara, yakni aparat penegak hukum, kepada partai dan kadernya sejak pelaksanaan Pilkada 2017.

"Perlakuan tidak adil terhadap Partai Demokrat ini bukan pertama kali, tetapi yang kesekian kali," ujar Hinca di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Rabu malam (3/1/2018).

Hinca mengatakan, semula partainya memilih diam dan enggan menanggapi perlakuan tak menyenangkan tersebut. Namun, nyatanya perlakuan itu justru terus berulang-ulang terjadi.

"Semula Partai Demokrat memilih untuk mengalah dan menahan diri dengan harapan hal-hal semacam ini tidak terjadi lagi. Ternyata perlakuan tidak adil ini terjadi lagi dan terjadi lagi," kata dia.

Baca juga: Gelar Rapat Darurat, Demokrat Bahas Kondisi Pilkada Kaltim?

Hinca pun menerangkan perlakuan-perlakuan yang merugikan partai dan kadernya tersebut. Pertama, pada saat Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu. Ketika itu pasangan yang diusung partai Demokrat bersama PPP, PKB, dan PAN, yakni Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni, diperiksa pihak Kepolisian. Tak tanggung-tanggung, Sylviana diperiksa bersama suaminya.

Sylviana diperiksa atas dua kasus, yakni dugaan korupsi pembangunan Masjid Al Fauz di kompleks kantor Wali Kota Jakarta Pusat dan dugaan korupsi pengelolaan dana hibah DKI Jakarta untuk Kwarda Pramuka Jakarta.

"Diperiksa penyidik pada saat pilkada sudah berproses sampai selesai yang pada waktu itu terpaksa harus menggerus citra pasangan ini," kata Hinca.

"Pada akhirnya, ujungnya, tidak diketahui kasus ini kapan berakhirnya, yang kita tahu hanya kapan mulainya," tambah dia.

Hinca juga menyebut, suara AHY-Sylviana tergerus oleh tuduhan dari mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar kepada Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Umum DPP Partai Demokrat.

Baca juga: JK Anggap Perolehan Suara Agus-Sylvi Tak Terkait Polemik SBY-Antasari

"Pada waktu itu, kalau ingat, pasangan AHY-Sylviana menempati survei paling tinggi, tetapi kemudian tergerus," ucap Hinca.

Saat itu Antasari berbicara mengenai dugaan kriminalisasi terhadap dirinya. Saat kasus terjadi, SBY menjabat sebagai presiden. Karenanya, SBY disebut-sebut tahu persis kasus yang menjerat Antasari.

Antasari pun terpaksa harus mendekam di penjara selama delapan tahun gara-gara diduga terlibat kasus pembunuhan bos Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.

"Sudah kami laporkan ke penegak hukum yang sampai saat ini masih belum diproses secara tuntas," kata Hinca.

Hinca pun menerangkan bahwa partainya memiliki bukti-bukti perlakuan tak adil dan sewenang-wenang tersebut selama Pilkada Ibu Kota.

Baca juga: SBY: Demokrat Memohon pada Negara agar Pilkada dan Pilpres Berlangsung Jujur

"Kami telah melakukan investigasi dan telah memiliki buku putih yang pada waktunya akan kami buka agar tidak terulang lagi di masa-masa yang akan datang," ujarnya.

Kedua, perlakuan tidak adil pada proses Pilkada Papua 2018. Pasangan calon yang didukung Demokrat, Lucas Enembe dan Klemen Tinal, gubernur dan wakil gubernur petahana yang akan maju pilkada kembali dipaksa bercerai.  Lucas dipaksa menerima wakil lain yang bukan atas kehendaknya pada kisaran Oktober 2017 lalu.

"Lucas Enembe dipaksa menerima wakil yang bukan atas keinginannya. Kemudian (diminta) menandatangani untuk memenangkan partai tertentu. Padahal, Pak Lucas adalah Ketua DPD Partai Demokrat Papua," ujar Hinca.

Atas dasar itu, partai berlambang Mercy tersebut membentuk tim pencari fakta (TPF) guna mengusut fakta yang sebenarnya. Hasilnya pun sudah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.


"Terima kasih kepada Presiden Jokowi akhirnya kasus itu selesai. Tetapi, pengalaman itu adalah pengalaman pilkada kedua yang diganggu. Itu yang kami sebut tidak adil," lanjut Hinca.

Ketiga, perlakuan tak adil dan semena-mena dalam kasus Pilkada Kalimantan Timur 2018. Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang yang akan maju Pilkada Kaltim bersama dengan Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi juga dipaksa berpisah.

Jaang, kata Hinca, dipanggil oleh partai politik tertentu sampai delapan kali agar mau menggandeng Kapolda Kaltim Irjen Safaruddin sebagai wakilnya. Orang nomor satu di kepolisian Kaltim itu diketahui telah mendaftar sebagai bakal calon gubernur di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

"Maka, secara etika politik tidak baik kalau sudah berjalan. Kalau tidak, maka akan ada kasus hukum yang akan diangkat," kata dia.

Meski sudah ditolak, Jaang pun kembali diminta untuk berpasangan dengan Safaruddin.

Baca juga: Djarot Akan Tanya Kesediaan Risma Maju Pilkada Kaltim

"Pada 25 Desember 2017, Syaharie Jaang dapat telepon diminta bertelepon kepada kapolda dan kemudian dinyatakan apakah dimungkinkan berpasangan lagi untuk bersama, dijawab tidak mungkin karena ada pasangan," ungkap Hinca.

Ternyata, tak lama setelah penolakan itu, pada 26 Desember 2017 Jaang dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Hari berikutnya, pada 27 dan 29 Desember 2017 Jaang mendapatkan surat untuk pemeriksaan.

Jaang yang juga Ketua Demokrat Kaltim itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus pemerasan dan pencucian uang dengan terdakwa Ketua Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu (PDIB) Hery Susanto Gun alias Abun dan Manajer Lapangan KSU PDIB Noor Asriansyah alias Elly.

Jaang diduga diperiksa terkait terbitnya Surat Keputusan (SK) Nomor 551.21/083/HK-KS/II/2016 tentang Penetapan Pengelola dan Struktur Tarif Parkir pada Area Parkir Pelabuhan Peti Kemas, Palaran, atas nama KSU PDIB.

"Tentu mengagetkan, kita minta (tanggal 27 Desember 2017) untuk ditunda. Tanggal 29 Desember 2017 keluar lagi surat panggilan kedua untuk diperiksa tanggal 2 Januari 2018," kata Hinca.

"Hari ini bersama penasehat hukum kami mendampingi. Padahal perkara ini sudah disidangkan dan diputus untuk terdakwa lain dan sudah tidak ada kasusnya. Kami merasa ketidakadilan," tambah dia.

Bukan hanya itu, Rizal yang akan maju sebagai pendamping Jaang pun juga diperiksa di Polda Kaltim terkait kasus dugaan korupsi Rumah Potong Unggas (RPU) di Kilometer 13, Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara.

Untuk itu Hinca menegaskan, jika ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang dialami partai dan kadernya terus dibiarkan, ia khawatir kasus serupa akan kembali terulang pada gelaran Pilkada 2018 di 171 daerah mendatang.

"Kami pun ragu (khawatir) ada lagi  karena akan ada 171 pilkada," tutur Hinca.

Kompas TV Partai Demokrat terus melakukan komunikasi dengan Partai Golkar untuk bisa memajukan kadernya Deddy Mizwar dalam Pilkada Jawa Barat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal 'Amicus Curiae' Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal "Amicus Curiae" Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Nasional
Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Nasional
Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Nasional
Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Nasional
Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Nasional
Cara Urus Surat Pindah Domisili

Cara Urus Surat Pindah Domisili

Nasional
Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi 'Amicus Curiae' di MK

TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi "Amicus Curiae" di MK

Nasional
Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Nasional
Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Nasional
PAN Minta 'Amicus Curiae' Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

PAN Minta "Amicus Curiae" Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

Nasional
KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
KSAU Pimpin Sertijab 8 Pejabat Utama TNI AU, Kolonel Ardi Syahri Jadi Kadispenau

KSAU Pimpin Sertijab 8 Pejabat Utama TNI AU, Kolonel Ardi Syahri Jadi Kadispenau

Nasional
Pendukung Prabowo-Gibran Akan Gelar Aksi di MK Kamis dan Jumat Besok

Pendukung Prabowo-Gibran Akan Gelar Aksi di MK Kamis dan Jumat Besok

Nasional
Menteri PAN-RB Enggan Komentari Istrinya yang Diduga Diintimidasi Polisi

Menteri PAN-RB Enggan Komentari Istrinya yang Diduga Diintimidasi Polisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com