JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supriatna selesai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus pengadaan helikopter AgustaWestland (AW) 101.
Kurang lebih dua setengah jam Agus diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi untuk Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh, salah satu tersangka dari pihak swasta dalam kasus ini yang ditangani KPK.
Agus menyatakan, dia sudah menyampaikan apa yang bisa dia jelaskan berkaitan dengan kasus pengadaan helikopter AW 101.
Dia tidak dapat membeberkan ke publik materi pemeriksaannya di KPK dengan alasan masih memegang sumpah prajurit.
"Karena ini semua sudah ada aturannya, ada perundangan-undangan, ada aturan, ada doktrin, ada sumpah sebagai prajurit itu ya, jadi kemana-mana tidak boleh asal mengeluarkan statment," kata Agus, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (3/1/2018).
(Baca juga : POM TNI: KPK Berwenang Usut Kasus Helikopter AW 101)
Namun, karena tak ingin ada yang curiga dan bertanya-tanya soal kasus pengadaan helikopter ini, Agus membuat analogi cerita seolah dirinya sedang membeli mobil Ferrari.
"Ini Ferrari buat apa nih, nah ini buat jalan-jalan Pak. Oh buat jalan-jalan seperti ini toh Ferrari-nya. Berapa nih, segini, oh oke," ujar Agus.
Lanjut cerita, Agus kemudian berkata ke pihak showroom bahwa dia menginginkan agar Ferrari itu tidak hanya bisa dipakai untuk balapan atau trek-trekan, tetapi sampai punya lima fungsi lainnya lagi.
"Nah sehingga akhirnya orang yang di showroom itu mengatakan oh begini, Pak, berarti saya nanti di mesinnya saya akan tambah ini, Pak, wiringnya saya akan tambah ini, Pak, nah di bodynya saya harus pasang spoiler, Pak," ujar Agus.
"Tapi waktu Bapak dipakai balapan, chasisnya harus Bapak ganti. Di waktu yang basah, Bapak ban nya yang ini. Tapi waktu kering, Bapak harus rubah bannya yang ini," ujar Agus.
Sehingga, lanjut dia, di Ferrari tersebut sudah dipasangkan bermacam-macam kelengkapan sesuai keinginan pembeli.
Sumpah prajurit
Kembali lagi ke masalah helikopter AW 101, dia tidak dapat mengungkap kelengkapan apa saja yang dipasangkan dengan alasan bersifat rahasia.
"Jadi alat pertahanan sistem senjata untuk militer. Pengguna, pengelolanya, pasti prajurit. Nah, prajurit itu punya sumpah prajurit. Sumpah prajurit yang kelima, memegang rahasia tentara sekeras-kerasnya," ujar Agus.
Bahkan pensiunan jenderal bintang empat itu masih membawa buku saku yang disebutnya berisi sumpah prajurit.
"Walaupun saya sudah sekarang retired (pensiunan) ke mana pun saya bawa ini, ini buku kecil pasti dibawa sama prajurit. Ya harus dibawa karena di sini ada doktrin, sumpah," ujar Agus.
(Baca juga : KPK Tegaskan Kewenangan Bersama TNI Usut Kasus Pembelian Helikopter AW 101)
Saat disinggung apakah analogi membeli Ferrari itu juga disampaikan Agus kepada penyidik, Agus menepisnya.
"Oh enggak, beda. Ini dengan teman-teman (media) yang selama ini kangen sama saya," ujar Agus.
Diketahui, pembelian helikopter ini bermasalah karena adanya dugaan penggelembungan dana dalam pembelian helikopter tersebut.
Awalnya, pengadaan dikhususkan pada heli jenis VVIP untuk keperluan presiden. Anggaran untuk heli tersebut senilai Rp 738 miliar.
Namun, meski ditolak oleh Presiden Joko Widodo, pembelian heli tetap dilakukan. Jenis heli diubah menjadi heli untuk keperluan angkutan.
Selain itu, heli yang dibeli tersebut tidak cocok dengan spesifikasi yang dibutuhkan TNI Angkatan Udara. Misalnya, heli tidak menggunakan sistem rampdoor.
Hasil perhitungan sementara ditemukan kerugian negara sekitar Rp 224 miliar dari nilai proyek Rp 738 miliar tersebut.