JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI menyoroti penataan dan penertiban padagang kaki lima (PKL) di DKI Jakarta.
Hal itu menyusul adanya aduan dugaan maladministrasi yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) terkait kegiatan penataan tersebut.
Wakil Ketua Ombudsman RI Ninik Rahayu menyebutkan, tujuh titik investigasi yang ditetapkan Ombudsman, yakni Tanah Abang, Stasiun Tebet, Stasium Jatinegara, Stasiun Manggarai, Setiabudi, Ambassador, dan Imperium.
Baca juga: Melihat Perdebatan PKL dan Satpol PP di Trotoar Tanah Abang
Adapun laporan investigasi telah disampaikan Ombudsman pada November 2017.
"Tujuh titik wilayah di mana potensial ada pedagang kaki lima, lalu ada potensial soal peran Satpol PP. Kami berharap Pak Gbernur segera melakukan perbaikan," ujar Ninik di Gedung Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (29/12/2017).
Hal itu dilakukan baik oleh oknum Satpol PP maupun oknum kelurahan dan kecamatan setempat.
Potensi maladministrasi tersebut, kata Ninik, berimbas pada tidak optimalnya peran Satpol PP sebagai penegak Peraturan Daerah dan kebijakan Pemda.
Hasil investigasi lainnya adalah tidak optimalnya penertiban dan penataan PKL didorong oleh prilaku oknum Satpol PP sehingga terjadi ruang transaksional.
Perbuatan maladministrasi itu juga merugikan pihak PKL serta pengguna fasilitas umum.
Baca: Sandiaga Minta PKL Tanah Abang Banyak Berdoa agar Dagangannya Laris
Ninik menambahkan, hasil monitoring menunjukkan bahwa belum ada tindakan nyata dari Gubernur DKI dan Satpol PP DKI Jakarta terkait penertiban dan penataan PKL.
"Ombudsman RI tetap mendorong Gubernur DKI Jakarta untuk dapat melakukan perbaikan dalam hal kebijakan penataan dan penertiban PKL sehingga tidak terjadi maladministrasi pelayanan publik yang dapat merugikan masyarakat dan mencemarkan citra aparatur penyelenggara negara," papar Ninik.
Ombudsman juga memberikan sejumlah saran. Salah satunya, dengan melakukan evaluasi serta penaan sistem pengawasan kinerja Satpol PP untuk mendorong efektivitas pengawasan secara berjenjang.