JAKARTA, KOMPAS.com - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memberikan catatan kritis terhadap tiga kebijakan pemerintah di bidang pendidikan yang dikeluarkan sepanjang 2017.
Ketiga kebijakan tersebut yakni kebijakan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan zonasi, kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), serta kebijakan Kurikulum 2013 untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
1. Kebijakan Sistem PPDB Online dengan Zonasi
Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriawan Salim menuturkan, kebijakan sistem PPDB online dengan zonasi menuai banyak masalah, terutama di daerah kabupaten/kota yang minim sekolah negerinya.
Satriawan mengatakan, akibat sistem PPDB online dengan zonasi, banyak anak di Gresik yang tidak bisa bersekolah di sekolah negeri.
"Akibat sistem PPDB online dengan zonasi, peluang mereka untuk diterima di sekolah negeri dari kecamatan terdekat hanya 5 persen. Ini karena jumlah sekolah negeri tidak tersebar merata," kata Satriawan dalam diskusi yang digelar di Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta, Selasa (26/12/2017).
(Baca juga: Terapkan Sistem Zonasi, Mendikbud Harap Semua Sekolah Kebagian Murid)
Sistem PPDB online dengan zonasi juga menyisakan masalah di kota Medan hingga sekarang. Pasalnya, Dinas Pendidikan Sumatera Utara mengizinkan penerimaan siswa tambahan di luar sistem PPDB online.
Satriawan mencontohkan, dua kasus yang terjadi di SMA Negeri 2 Kota Medan dan SMA Negeri 13 Kota Medan. Di SMA Negeri 2 Kota Medan ada 180 siswa tambahan di luar sistem PPDB online.
Siswa tambahan ini dikenakan biaya Rp 10 juta per anak. Namun, setelah diterima, mereka dianggap sebagai siswa ilegal lantaran tidak masuk melalui jalur yang ditetapkan.
Demikian halnya dengan yang terjadi di SMA Negeri 13 Kota Medan. Satriawan menuturkan, ada sekitar 70-an siswa yang masuk lewat jalur non-PPDB online.
Belakangan, mereka juga dinyatakan bermasalah dan terancam dikeluarkan atau dipindahkan ke sekolah swasta lain.
"Bagi kami, kebijakan ini sangat kontradiktif dan sangat tidak melindungi hak-hak anak dalam memperoleh pendidikan," kata dia.
FSGI pun meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan ini. Di samping itu, perlu adanya pemetaan yang utuh, valid, dan komprehensif terkait pembagian zonasi.
Sehingga anak-anak di kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri, mendapatkan akses dan kesempatan yang sama untuk bersekolah di sekolah negeri.
(Baca juga: Terima Keluhan Sistem Zonasi, Menteri Muhadjir Minta Semua Pihak Bersabar)
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.