JAKARTA, KOMPAS.com - Ada berbagai moment dan hal penting yang terjadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, sepanjang Januari hingga Desember 2017. Berikut tujuh hal penting dan menarik yang dirangkum Kompas.com.
1. Irman Gusman Divonis 4,5 Tahun
Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Irman Gusman, divonis 4,5 tahun penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/2/2017). Irman juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Tak hanya itu, hakim juga mencabut hak politik Irman Gusman. Pencabutan hak politik Irman berlaku tiga tahun setelah Irman selesai menjalani pidana pokok.
2. Geger E-KTP
Pada 9 Maret 2013, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan terhadap mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto.
Keduanya didakwa merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun. Kerugian negara tersebut diakibatkan penggelembungan anggaran dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Baca juga : Lagi, Mendagri Minta Maaf karena E-KTP Masih Banyak Masalah
Kasus ini begitu heboh, hingga terus menerus menjadi sorotan publik. Dalam surat dakwaan, jaksa menguraikan secara detail kronologi bagi-bagi uang sejumlah pejabat dan anggota DPR.
Beberapa yang disebut yakni, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Kemudian, puluhan anggota DPR seperti Marzuki Alie, Setya Novanto, Olly Dondokambey, Ganjar Pranowo, Anas Urbaningrum, hingga Miryam S Haryani.
3. Vonis Tinggi Pejabat Ditjen Pajak
Mantan Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Direktorat Jenderal Pajak, Handang Soekarno, divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/7/2017). Handang juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Handang juga dituntut membayar uang pengganti Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Baca juga : Mengaku Salah, Handang Harap Tak Ada Lagi Pejabat Pajak Ditangkap KPK
Menurut hakim, Handang Soekarno terbukti menerima suap sebesar 148.500 dollar AS atau senilai Rp 1,9 miliar. Suap tersebut diterima Handang dari Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia, R Rajamohanan Nair.
Putusan ini adalah vonis tertinggi bagi terdakwa kasus korupsi yang ditangani KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta.
4. Patrialis Akbar Divonis 8 Tahun
Mantan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/9/2017). Patrialis juga diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selain itu, hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa uang pengganti. Patrialis diwajibkan membayar uang pengganti Rp sebesar 10.000 dollar AS dan Rp 4.043.000, atau sama dengan jumlah suap yang ia terima.
Baca juga : MK: Mudah-Mudahan yang Terbaik untuk Patrialis
5. Miryam S Haryani Berbohong di Pengadilan
Peristiwa menarik lain yang terjadi di Pengadilan Tipikor banyak yang terkait kasus korupsi e-KTP. Pada 23 Maret 2017, anggota DPR Miryam S Haryani bersaksi di pengadilan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto.
Namun, di tengah persidangan, Miryam tiba-tiba saja menganulir semua keterangan yang ia sampaikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Padahal, dalam BAP Miryam dapat menjelaskan secara rinci kronologi penerimaan uang dalam proyek e-KTP.
Baca juga : Vonis Miryam Memperjelas Tujuan Pansus Hendak Melemahkan KPK
Bahkan, Miryam menyebut satu per satu nama-nama anggota DPR lain yang ikut menerima suap, berikut dengan jumlah uang dan cara penyerahannya.
Miryam malah mengaku diancam dan ditekan oleh penyidik KPK.
6. Pengakuan Andi Narogong
Hal mengejutkan terjadi saat terdakwa kasus korupsi e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong memberikan keterangan pada 30 November 2017.
Dalam persidangan, Andi buka-bukaan soal skandal korupsi pengadaan e-KTP.
Andi mengakui bahwa korupsi proyek pengadaan e-KTP telah diatur sejak awal. Andi mengatakan, mekanisme pengadaaan dan penentuan pelaksana proyek telah direncanakan sejak sebelum proses lelang.
Dalam persidangan, Andi juga menjelaskan secara rinci peran Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar. Andi mengakui bahwa Novanto ikut berkoordinasi dalam jalannya proyek e-KTP.
Andi bahkan mengakui bahwa Novanto menerima uang dalam proyek e-KTP.
Menurut Andi, ia dan beberapa pengusaha lainnya, yakni Anang Sugiana Sudihardjo, Paulus Tanos dan Johannes Marliem pernah bertemu beberapa kali di kediaman dan kantor Novanto.
7. Drama Sidang Dakwaan Setya Novanto
Pada 13 Desember 2017, Setya Novanto menjalani sidang perdana sebagai terdakwa. Namun, pembacaan dakwaan terhadap Novanto tertunda karena drama yang terjadi pada awal persidangan.
Drama dimulai saat hakim bertanya kepada Novanto mengenai identitasnya. Namun, Novanto tampak lamban merespons berbagai pertanyaan hakim.
Beberapa kali Novanto tidak menjawab. Dengan suara pelan, Novanto mengaku sakit.
Namun, setelah lebih dari tiga orang dokter menyatakan Novanto dalam kondisi sehat, hakim akhirnya tetap melanjutkan sidang.
Sidang pembacaan dakwaan yang diagendakan mulai pukul 10.00, sempat mengalami skorsing beberapa kali. Setelah melalui perdebatan panjang, surat dakwaan akhirnya dibacakan sekitar pukul 17.00.