TIDAK terasa tragedi AirAsia QZ8501 telah tiga tahun berlalu. Setelah AirAsia QZ8501 jatuh di Laut Jawa, menjadi kewajiban Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas untuk menyelamatkan korban sekaligus mencari black box pesawat.
Upaya maksimal umumnya dilakukan demi mencari benda yang terakhir disebut mengingat peran krusialnya guna mengetahui penyebab jatuhnya pesawat sekaligus mencegah terjadinya kecelakaan serupa di kemudian hari.
Magna carta hukum udara, yakni the Chicago Convention of 1944 melalui Annex 12, membebankan tanggung jawab penyelengaraan operasi pencarian dan pertolongan (search and rescue - SAR) kepada negara, baik di wilayah teritorial maupun di laut lepas (high seas).
Baca juga : Ini Kronologi Jatuhnya Pesawat AirAsia QZ8501
Pihak militer di negara tempat terjadinya kecelakaan pesawat umumnya dilibatkan melalui pendayagunaan kapal perang dan pesawat intai maritim. Dalam beberapa kasus, seringkali negara tetangga atau negara lain yang warga negaranya menjadi korban turut menawarkan bantuan.
Pada kasus AirAsia QZ8501, penjelajahan dilakukan pada beberapa area Laut Jawa guna menemukan black box. Mengingat luas area pencarian, biaya operasional SAR tentunya tidak sedikit.
Berkaca dari pencarian Malaysia Airlines MH370 di Samudera Hindia yang sampai saat ini belum ditemukan, Australia dan Malaysia telah mengeluarkan lebih dari 100 juta dollar Amerika Serikat untuk operasi SAR.
Angka yang sangat fantastis tersebut berpotensi menghambat pembangunan suatu negara atau membangkrutkan suatu maskapai penerbangan. Guna menghindari keduanya, peran pihak asuransi dan reasuransi dibutuhkan.
Dalam polis asuransi maskapai penerbangan, umumnya biaya operasi SAR dimuat dengan nilai pertanggungan yang sangat tinggi - dapat menyentuh ratusan juta dollar Amerika Serikat per kejadian; dan bahkan menjadi salah satu klausul terpenting selain perihal pertanggungan rangka pesawat (hull).
Baca juga : Basarnas: Biaya Operasional Pencarian AirAsia Baru Capai Rp 570 Juta
Jangan sampai APBN atau APBD jebol hanya untuk membiayai operasi SAR. Maka dari itu, Pasal 62 Ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, mewajibkan seluruh maskapai penerbangan beregistrasi PK (Indonesia) untuk mengasuransikan kegiatan investigasi insiden dan kecelakaan pesawat udara.
Pesan yang disampaikan melalui instrumen hukum nasional ini sangat lugas, yakni tidak sepeserpun uang rakyat dapat digunakan untuk menanggung biaya operasi SAR!
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.