JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan bahwa tidak ada hal yang baru pada eksepsi atau nota keberatan dari terdakwa kasus korupsi pada proyek pengadaan KTP elektronik Setya Novanto.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, eksepsi dari Novanto sebenarnya alasan yang sudah sering muncul sebelumnya.
Misalnya, terkait dengan putusan praperadilan yang dikatakan seolah-olah penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Novanto itu tidak sah.
"Itu sudah lama sebenarnya jadi perdebatan dan juga jadi poin yang dipersoalkan dalam praperadilan kemarin yang sudah digugurkan oleh hakim," kata Febri, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (20/12/2017).
(Baca juga: Pengacara Heran, Novanto Terima 7,3 Juta Dollar AS, tetapi Kerugian Negara Tak Berubah)
Kemudian, dalam eksepsinya pihak Novanto juga mempermasalahkan instansi yang mengaudit kerugian negara. Novanto mempersoalkan KPK memakai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), bukan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Ini juga sebenarnya sudah ada putusan MK sejak lama bahwa KPK bisa berkoordinasi dan bekerja sama dengan BPKP ataupun pihak lainnya untuk kebutuhan pembuktian tindak pidana korupsi termasuk kerugian keuangan negara," ujar Febri.
Selain itu, menurut Febri, hakim tindak pidana korupsi yang mengadili dua mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto, dalam putusan memakai hasil audit BPKP sebagai rujukan untuk kerugian negara dalam kasus e-KTP.
"Jadi, menurut kami tidak ada hal yang relatif baru dalam eksepsi tadi, namun kami hargai hak dari terdakwa yang menyampaikan hal tersebut. Nanti kami akan mempersiapkan jawaban dan menyampaikannya minggu depan," ujar Febri.
(Baca juga: Pengacara Novanto Persoalkan Waktu dan Tempat Kejadian yang Berbeda-beda)