JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) hampir selesai dan akan segera disahkan pada Januari 2018 mendatang.
"RKUHP sudah 95 persen, tinggal nanti Januari disahkan," ujar Perumus RKHUP Muladi, ketika ditemui di hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (19/12/2017).
Menurut Muladi, salah satu poin yang alot dibahas dalam RKHUP tersebut adalah soal perlunya hukuman mati di Indonesia dihapuskan atau tidak.
"Kemungkinan hukuman mati tetap ada. Perdebatan di DPR, pro kontra pidana mati itu sama kuatnya," ujar Muladi.
Baca juga : Penembak Dokter di Jakarta Timur Terancam Hukuman Mati
Oleh karena itu, meski hukuman mati kemungkinan besar takkan dihapuskan. Tapi ada jalan tengah yang diambil antara pemerintah dan DPR RI guna menengahi persoalan tersebut.
"Akhirnya kita menempuh Indonesian way, jalan tengah itu mengatur pidana mati bersyarat," kata pakar hukum pidana tersebut.
Kata dia, pidana mati bersyarat itu mengatur bahwa orang yang dipidana mati, akan terus dipantau selama 10 tahun. Jika berkelakuan baik, hukumannya bisa diubah menjadi pidana seumur hidup, atau 20 tahun penjara.
"Itu diusulkan RKUHP yang mengatur conditional capital punishment dan dikeluarkan dari pidana pokok, perkecualian," ucap Muladi.
Baca juga : DPR dan Pemerintah Sepakat Hukuman Mati Tetap Diberlakukan
Muladi pun menegaskan, hukuman mati di Indonesia sulit untuk dihapuskan. Meski tak dipungkiri dihapuskan tidaknya hukuman mati bergantung juga dengan keinginan masyarakat.
"Hukum itu kan representasi dari masyarakat. Kalau masyarakat setuju hapus ya dihapus. Peluang di Indonesia sulit menghapus pidana mati. Tapi memperlunak itu masih bisa dilakukan," ujar dia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.