JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Golkar Priyo Budi Santoso buka suara dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas). Ia mengingatkan agar pemilihan ketua umum tidak berlangsung sepihak.
"Karena posisi ketum ini istimewa. Kemarin Setya Novanto terpilih demokratis lewat munas, dipilih oleh peserta yang punya hak suara, bukan hanya pusat saja," ujar Priyo dalam Rapimnas Partai Golkar di Jakarta Convention Center, Denayan, Jakarta, Senin (18/12/2017).
"Kalau kemudian ketum ini baiknya tidak hanya secara sepihak di rapat pleno," kata dia.
Ia menyatakan ketua umum terpilih baru sah jika ditetapkan melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar (munaslub).
(Baca juga: Priyo Harap Penunjukan Ketum Baru Golkar Diikuti Perombakan Kepengurusan)
Karena itu, menurut dia, sangat berbahaya jika Airlangga Hartarto ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Golkar melalui rapat pleno. Sebab, dengan demikian akan memberi ruang untuk menjatuhkan Airlangga melalui rapat pleno pula.
Ia menambahkan, legitimasi pleno dan munaslub jelas berbeda secara legitimasi. Sebab, pleno hanya mewakili kepengurusan di Jakarta. Sedangkan, munaslub mewakili seluruh kepengurusan Partai Golkar se-Indonesia.
"Kelak suatu hari, kalau ketum, kalau beda pandangan, ketum dikeroyok, lalu dinonaktifkan. Jabatan ketum pastilah harus mekanisme munas atau munaslub yang secara khusus kita selenggarakan," kata Priyo.
(Baca juga: Airlangga Hartarto Anggap Sah Penunjukannya sebagai Ketua Umum Golkar)
Berdasarkan Anggaran Dasar Partai Golkar, pemilihan ketua umum semestinya dilakukan dalam forum musyawarah nasional atau munaslub. Aturan ini tercantum dalam Pasal 32 AD Partai Golkar.
Selain itu, Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar dalam Pasal 50 menyebutkan bahwa pemilihan pimpinan partai, baik itu pemilihan ketua umum atau ketua di daerah, memiliki sejumlah mekanisme.
Salah satu mekanisme itu adalah "pemilihan dilaksanakan melalui tahapan penjaringan, pencalonan, dan pemilihan".