JAKARTA, KOMPAS.com — Praperadilan yang diajukan mantan Ketua DPR Setya Novanto terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi memasuki babak akhir. Hari ini, Kamis (14/12/2017), agenda praperadilan sampai pada kesimpulan dan putusan.
Namun, pada hari terakhir ini, praperadilan yang diajukan mantan Ketua Fraksi Partai Golkar itu semestinya digugurkan.
Pasalnya, pembacaan dakwaan terhadap Novanto dalam sidang pokok perkara kasus korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sudah dilakukan kemarin, Rabu (13/12/2017).
Pembacaan dakwaan terhadap Novanto menjadi penting lantaran berkaitan dengan sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan praperadilan Novanto bisa gugur jika perkara korupsi proyek e-KTP mulai disidangkan.
Hal ini mengacu pada Pasal 82 Ayat 1 huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) yang menyatakan bahwa "dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur".
Pengacara Novanto, Maqdir Ismail, mengakui bahwa praperadilan yang diajukan kliennya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan gugur.
"Dakwaan sudah dibacakan seperti ini, berarti gugur sudah," kata Maqdir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu (13/12/2017).
(Baca: Pengacara Setya Novanto: Dakwaan Dibacakan, Berarti Praperadilan Gugur Sudah)
Maqdir menilai, pembacaan surat dakwaan sengaja dipaksakan hari ini untuk menggugurkan praperadilan Novanto yang akan diputus pada Kamis ini.
Pada sidang praperadilan Rabu kemarin, yang bersamaan dengan sidang perdana pokok perkara, hakim praperadilan tidak memutuskan status praperadilan apakah akan gugur.
Hakim Kusno, hakim tunggal praperadilan, memulai sidang dengan mendengarkan saksi ahli yang diajukan KPK, yakni pengajar hukum tata negara UGM, Zainal Arifin Mochtar.
Dia meminta agar hal itu dilakukan setelah selesai mendengar keterangan ahli. Setelah keterangan ahli selesai, Kusno mempersilakan KPK memutar video streaming sidang e-KTP.
Ada keberatan dari pengacara Novanto di praperadilan. Pengacara meminta video sidang e-KTP tidak perlu diputar, cukup diberikan kepada hakim untuk dilihat.
Kusno, yang juga Wakil Ketua PN Jakarta Selatan, mengabulkan permohonan pengacara Novanto.
Hal terpenting, lanjut Kusno, semua telah melihat bahwa sidang pokok perkara di pengadilan tipikor telah dibuka.
"Jadi kalau begitu, begini, saya terima usulnya pemohon ke hakim, untuk saya lihat," ujar Kusno.
Kusno beralasan, jika video sidang pengadilan tipikor diputar di persidangan, hal itu akan memakan waktu. Sidang akhirnya diskors.
(Baca: Hakim Ingin Lihat Rekaman Sidang Novanto di Pengadilan Tipikor, Sidang Praperadilan Diskors)
Tunda putusan
Setelah sempat menskors, Kusno memutuskan untuk menunda dan melanjutkan persidangan pada Kamis (14/12/2017).
Sidang akan dilanjutkan pada Kamis dengan agenda kesimpulan dari para pihak, baik Novanto sebagai pemohon maupun termohon, dalam hal ini KPK, pada pagi hari. Kemudian, pada Kamis sore dilanjutkan langsung dengan putusan.
Dia tidak mengeluarkan penetapan soal status praperadilan meski telah melihat tayangan dimulainya video sidang e-KTP. Namun, KPK menyerahkan hal itu kepada hakim.
"Masalah gugur dan tidak gugur, itu kewenangan dari hakim tunggal," kata Kepala Biro Hukum KPK Setiadi sesusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (13/12/2017).
KPK, menurut dia, tidak masalah jika hakim mengambil keputusan kapan pun selama tidak melewati batas waktu yang ditetapkan, yakni tujuh hari berlangsungnya praperadilan.
"Kami tetap menghargai dan menghormati mau hari ini atau besok, atau besok lusa pun yang penting tidak lebih dari tujuh hari," ujar Setiadi.