JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus permohonan uji materi sejumlah pasal terkait kejahatan terhadap kesusilaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam sidang pleno di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2017) pukul 09.00 WIB.
Permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP dalam perkara nomor 46/PUU-XIV/2016 diajukan oleh Guru Besar IPB Euis Sunarti bersama sejumlah pihak.
Pemohon dalam gugatannya meminta Pasal 284 tidak perlu memiliki unsur salah satu orang berbuat zina sedang dalam ikatan perkawinan dan tidak perlu ada aduan.
Terkait Pasal 292, Pemohon meminta dihapuskannya frasa "anak" sehingga semua perbuatan seksual sesama jenis dapat dipidana. Selain itu, Pemohon meminta pelaku homoseksual harus dilarang tanpa membedakan batasan usia korban, baik masih belum dewasa atau sudah dewasa.
Ketua Persatuan Islam Istri (Persistri) Titin Suprihatin menilai, perlu perluasan makna pada ketiga pasal tersebut. Hal itu disampaikan Titin saat memberikan tanggapan sebagai pihak terkait dalam sidang gugatan uji materi terhadap pasal tersebut, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (8/9/2016).
(Baca juga: Ketentuan soal Perzinahan dalam KUHP Dinilai Perlu Diperluas)
Titin menyoroti aturan perzinaan pada Pasal 284 KUHP. Ketentuan pasal itu, menurut dia, memungkinkan tidak dipidananya pelaku perzinaan, baik laki-laki atau perempuan, yang belum menikah.
Titin mengatakan, makna dalam pasal-pasal tersebut perlu dijelaskan secara detail.
"Perzinaan yang dilakukan oleh orang yang tidak menikah, hubungan sesama jenis baik sesama orang dewasa mapun sesama anak-anak sudah menjadi teror kejahatan seksual yang sangat meresahkan bagi ketahanan keluarga yang berkualitas," ujar Titin.
Selain itu, dampak dari perzinaan secara umum dinilainya merugikan pihak perempuan.
"Hamil di luar nikah, pembunuhan dan pembuangan bayi yang tidak diinginkan, sampai pembunuhan perempuan yang sedang hamil tersebut," kata dia.
Persistri, lanjut Titin, tidak berharap pasal ini dipertahankan.
"Kami perempuan Indonesia tidak mengharapkan pasal-pasal ini terus dipertahankan, hanya karena dalil internasional tentang HAM yang jelas bertentangan dengan nilai Ketuhanan yang Maha Esa. Padahal kita punya rumusan sendiri tentang HAM itu," kata Titin.
(Baca juga: KPAI Dorong Pelaku Perzinahan Dikenakan Pidana)
Berbeda dengan Titin, peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu berharap MK menolak atau tidak dapat menerima permohonan uji materi sejumlah pasal terkait kejahatan terhadap kesusilaan di KUHP.
Erasmus menilai jika permohonan tersebut dikabulkan maka Indonesia akan menghadapi bencana krisis kelebihan tindak pidana atau over criminalization.