Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan DPR Tegaskan Tak Ada Kocok Ulang

Kompas.com - 13/12/2017, 15:47 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fadli Zon menegaskan tak ada kocok ulang pimpinan DPR. Isu kocok ulang pimpinan DPR kembali muncul setelah mantan Ketua DPR RI Setya Novanto mengundurkan diri.

Sejumlah Politisi PDI Perjuangan kemudian menyinggung kembali revisi UU MD3 yang beberapa waktu lalu sempat berencana dilakukan. Revisi tersebut akan menambah jumlah pimpinan DPR menjadi enam orang dengan masuknya PDI-P sebagai partai pemenang pemilu.

"Pertama, tidak ada. Kita kan harus mengikuti aturan di Undang-Undang MD3. Jadi memang tidak pernah bisa dibicarakan karena undang-undang MD3," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/12/2017).

Ia menegaskan, pergantian Ketua DPR tetap harus dilakukan sesuai aturan. Pada Pasal 87 ayat (4) UU MD3 disebutkan, "dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penggantinya berasal dari partai politik yang sama".

Baca juga : Putusan Praperadilan Novanto Dibacakan Kamis, KPK Tak Ambil Pusing

Dalam hal ini, pengganti Novanto haruslah berasal dari Fraksi Partai Golkar.

"Saya kira kita harus mengacu pada Undang-Undang. Bukan keinginan. Kalau keinginan sih semua fraksi pasti inginnya ada pimpinan, kalau bisa ketua semua. Tetapi kan masalahnya kita diatur, dibatasi oleh undang-undang," tuturnya.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto. Menurutnya, wacana kocok ulang juga tak muncul dalam rapat Badan Musyawarah yang digelar Senin (11/12/2017) lalu.

"Dalam Bamus kemarin tidak ada pandangan kocok ulang, tidak ada wacana kocok ulang. Sehingga yang ada adalah usulan itu dikembalikan pada Partai Golkar dan nanti setelah masa reses dan apa lagi Golkar sudah melaksanakan Munas tentunya akan disampaikan usulan itu," tutur Agus.

Baca juga : Novanto Mengeluh Sakit Saat Sidang Dakwaan Kasus e-KTP, Ini Komentar KPK

Wacana kocok ulang sempat disampaikan oleh PDI-P. Anggota Fraksi PDI-P Aria Bima menilai, perlu ada perubahan mendasar dalam kepemimpinan DPR karena kinerja legislasi DPR saat ini belum memuaskan.

Sistem paket pimpinan DPR menurutnya tak mengakomodasi PDI-P sebagai partai pemenang pemilu.

Aria menuturkan, kocok ulang pimpinan perlu dilakukan agar kinerja DPR periode 2014-2019 di dua tahun terakhir ini bisa lebih maksimal.

"Kami harap fraksi lain dukung kocok ulang pimpinan DPR untuk memperbaiki kinerja DPR," kata dia.

Baca juga : Kembali ke Ruang Sidang, Setya Novanto Kembali Membisu

Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi PDI-P Hendrawan Supratikno mengatakan, PDI-P akan terus memperjuangkan agar revisi UU MD3 soal penambahan kursi pimpinan DPR dituntaskan. Sebab, revisi tersebut sudah dibicarakan sejak Juni 2016 namun kini masih terkatung-katung.

"Sebagai partai dengan perolehan suara terbesar dan yang menjunjung tinggi asas representativitas, keterwakilan, maka DPR harus mencerminkan apa yang disuarakan rakyat," ujar Hendrawan.

Menurut dia, perlu ada political will dari pimpinan DPR untuk mendorong proses tersebut agar dilanjutkan kembali.

"Kalau sudah ada tekad dan niat untuk menyelesaikan itu bisa cepat," tuturnya.

Kompas TV Jusuf Kalla menilai keputusan Setya Novanto menyalahi aturan yang ada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com