JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R Siti Zuhro mengatakan, surat Setya Novanto yang menunjuk Aziz Syamsuddin sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) memperlihatkan nafsu politik Novanto belum berakhir meskipun sudah menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Siti, munculnya surat Novanto tentang Aziz sangat bisa dipahami berorientasi kekuasaan.
"Memang Pak Setya Novanto sudah ada di KPK. Tetapi, (penahanan oleh KPK) ternyata tidak menghentikan nafsu politiknya," kata Siti di Jakarta, Senin (11/12/2017).
Lebih lanjut Siti menuturkan, dilihat dari sudut pandang hukum, etika dan sebagainya, surat Novanto tentang Aziz tidaklah elok.
Dia menilai, surat Novanto tentang Aziz dapat mengancam institusi dan elektabilitas Partai Golkar itu sendiri.
(Baca juga : Menurut Fahri Hamzah, Setya Novanto Seharusnya Bertahan sebagai Ketua DPR)
Siti menambahkan, oleh karena itu penting bagi partai berlambang beringin itu untuk mengklarifikasi surat Novanto.
"Harus ada konfirmasi dari DPP Golkar untuk mengatakan, DPP sampai hari ini belum menyurati secara resmi dan sebagainya. Itu jauh lebih baik," ucap Siti.
Sebagai institusi demokrasi, Partai Golkar diharapkan dapat melaksanakan nilai-nilai demokrasi, seperti musyawarah mufakat dalam pergantian pengurus.
Dalam hal ini, jika surat Novanto dilaksanakan tanpa konfirmasi ke DPP, sama juga mengangkangi demokrasi.
"Jadi membicarakan ini (pergantian) harus dalam satu pleno yang ikut dipertanggungjawabkan oleh pengurus lain. Tidak hanya satu sosok, begitu," pungkasnya.