JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 50 orang anggota Fraksi Partai Golkar menolak penunjukan Aziz Syamsuddin sebagai calon Ketua DPR.
Aziz diusulkan oleh Ketua Umum Partai Golkar yang juga Ketua DPR Setya Novanto. Usulan ini disampaikan Novanto bersamaan dengan surat pengunduran diri yang dilayangkannya kepada DPR.
Akan tetapi, "titah" Novanto itu tak langsung disambut oleh para kader partainya.
Baca: Bermodalkan Surat, Aziz Syamsuddin Dipersepsikan "Boneka" Setnov
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, penolakan bukan karena mereka tak lagi mengikuti perintah Novanto yang kini mendekam di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi proyek e-KTP.
Ia mengatakan, yang dipersoalkan adalah langkah Novanto yang dinilai tak taat prosedur karena menyalahi kesepakatan rapat pleno Golkar pada November 2017.
Rapat pleno memutuskan untuk menunggu putusan praperadilan Novanto sebelum menunjuk Ketua DPR untuk menggantikan Setya Novanto.
Baca juga: 50 Anggota Fraksi Golkar Tolak Aziz Syamsuddin Jadi Ketua DPR
Seharusnya, penentuan nama Ketua DPR pengganti Novanto dibahas dalam rapat pleno.
Rapat pleno merupakan forum untuk menentukan kebijakan stategis partai.
"Ini kan soal fatsun kami. Ini lebih kepada prosedur dalam menentukan kebijakan partai," kata Ace.
Sebelumnya, 31 Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar bulat mendukung penyelenggaraan musyawarah nasional luar biasa untuk memilih pengganti Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Baca: Mengapa Aziz Syamsuddin Ditolak Kader Golkar Jadi Ketua DPR?
Hal itu dinilai penting agar ada pembaruan di puncak pimpinan.
Perwakilan DPD I Golkar Ridwan Bae mengatakan, mereka sangat menghormati Novanto. Akan tetapi, para kader Golkar tak ingin eelektabilitas Golkar anjlok akibat efek kasus hukum yang menjerat ketua umumnya.
"Partai Golkar tidak boleh dalam suasana yang selalu terbawa pada opini-opini yang bisa menggerus elektabilitas kami," kata Ridwan Bae di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Jumat (8/12/2017).