Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Trump soal Yerusalem Dikhawatirkan Picu Kemarahan Kelompok Radikal

Kompas.com - 08/12/2017, 07:56 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dikecam negara-negara dunia, khususnya negara Islam.

Peneliti terorisme dari the Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya berpendapat, kebijakan itu berpotensi menjadi stimulan bagi lahirnya kemarahan.

"Kebijakan itu melukai nalar dan hati umat Islam sedunia. Itu mempertajam eksistensi penjajahan Israel atas tanah Palestina," ujar Harits melalui keterangan pers, Kamis (7/12/2017).

Baca: Din Syamsuddin Ajak Umat Beragama Tolak Sikap AS Terkait Yerusalem

"Kebijakan itu berpotensi memunculkan kemarahan dunia Islam. Tidak terkecuali yang datang dari kelompok yang dianggap radikal," lanjut dia.

Harits khawatir kemarahan dengan segala wujud ekspresi itu cepat atau lambat bakal hadir di penjuru dunia, khususnya di Palestina sendiri. Targetnya, tentu saja simbol Amerika Serikat.

Seorang warga Palestina menyapu jalan pada 7 Desember 2017 di kota Hebron, di Tepi Barat yang diduduki Israel. Otoritas Palestina menyerukan demonstrasi mogok massal di kota Ramallah di Tepi Barat menyusul keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.AFP PHOTO/HAZEM BADER Seorang warga Palestina menyapu jalan pada 7 Desember 2017 di kota Hebron, di Tepi Barat yang diduduki Israel. Otoritas Palestina menyerukan demonstrasi mogok massal di kota Ramallah di Tepi Barat menyusul keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Ia juga mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk siaga. Selain negara dengan berpenduduk Islam terbesar di dunia, Indonesia juga masih menjadi tempat kelompok Islam radikal berkegiatan.

"Di Indonesia, potensi umat Islam akan bereaksi keras juga terbuka lebar," kata Harits.

"Kebijakan Trump ini sulit dan bisa menjadi bom waktu yang bisa mengoyak kedamaian yang menjadi impian banyak pihak, terutama di Indonesia," lanjut dia.

Kuncinya, ada pada arah kebijakan pemerintahan Joko Widodo merespons isu Yerusalem ini. Harits berpendapat, Indonesia harus merespons isu ini dengan tepat, hati-hati, dan tidak mengurangi ketegasan terhadap hal yang prinsipil.

Baca juga: PBNU Anggap Pengakuan AS atas Yerusalem Ganggu Stabilitas Perdamaian Dunia

Dengan cara ini, diharapkan mampu mengakomodasi suara umat Islam di Indonesia serta mereduksi reaksi-reaksi yang tidak diharapkan, seperti kekerasan atau bahkan teror. 

Presiden Joko Widodo didampingi Menkopolhikam Wiranto, Wamenlu A.M Fachir, Menag Lukman Hakim dan Menkominfo Rudiantara saat konferensi pers di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (7/12/2017) merespon Indonesia terhadap kebijakan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.Fabian Januarius Kuwado Presiden Joko Widodo didampingi Menkopolhikam Wiranto, Wamenlu A.M Fachir, Menag Lukman Hakim dan Menkominfo Rudiantara saat konferensi pers di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (7/12/2017) merespon Indonesia terhadap kebijakan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
"Pemerintah diharapkan mampu mengakomodasi aspirasi umat Islam Indonesia dan itu otomatis bisa mereduksi aksi-aksi anarkis, bahkan teror dari komponen tertentu yang masih tidak puas dengan situasi saat ini," ujar Harits.

Diberitakan, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Rabu (6/12/2017) waktu setempat.

"Israel adalah negara yang berdaulat dengan hak seperti setiap negara berdaulat lainnya untuk menentukan ibu kotanya sendiri," kata Trump dalam pidatonya di Gedung Putih, seperti dilansir dari AFP.

"Pengakuan ini merupakan sebuah fakta penting untuk mencapai perdamaian," tambahnya.

"Sudah saatnya untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," ujar Trump.

Baca juga: Jusuf Kalla Sebut Pengakuan Sepihak AS atas Yerusalem Picu Demonstrasi Massa

Pemerintah AS juga memulai memproses perpindahan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Aksi ini merupakan salah satu pemenuhan janji kampanyenya kepada para pemilihnya.

Trump menyatakan keputusannya menandai dimulainya pendekatan baru untuk menyelesaikan konflik Israel dan Palestina.

Dia mengklaim Pemerintah AS tetap bertekad mengejar kesepakatan damai terhadap wilayah itu.

Baca: Jokowi Minta PBB Segera Bersidang Sikapi Kebijakan Trump soal Yerusalem

Presiden Jokowi beserta pemimpin sejumlah negara mengecam keras kebijakan tersebut. Indonesia menggalang dukungan dari negara-negara Islam untuk menentang kebijakan Trump itu.

Hasil penggalangan dukungan itu, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) akan menggelar sidang di Istanbul, Turki, 13 Desember 2017. Presiden Jokowi bakal hadir dalam sidang tersebut.  

Jerusalem atau sebagian orang membacanya sebagai Yerusalem, merupakan salah satu kota tertua di dunia. Nama Yerusalem begitu akrab di hati umat Kristen, Yahudi, dan Islam seluruh dunia termasuk di Indonesia sejak berabad-abad.

Kota ini unik dengan berbagai peninggalan sejarah yang amat penting bagi ketiga umat tersebut. Yerusalem, dalam bahasa Ibrani disebut Yerushalayim, dan dalam bahasa Arab disebut Al Quds. Di Indonesia, orang mengucapkannya sebagai Yerusalem.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com