JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) yang juga anggota Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK, Tama S Langkun menilai, uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon hakim MK di Komisi III DPR, Rabu (6/12/2017), tak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan tersebut, hanya ada satu calon hakim MK yang diuji, yakni Arief Hidayat, yang saat ini menjabat Ketua MK.
Tama mengatakan, meski DPR merupakan salah satu lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengusulkan calon hakim MK, ketentuan tersebut tidak meniadakan partisipasi publik.
"Kami kan enggak punya info cukup, tiba-tiba ada fit and proper test. Enggak ada masukan dari masyarakat. Padahal kita tahu dari ketentuan secara UU ketika hakim MK itu akan dipilih harus melewati proses yang benar. Tidak ada ruang partisipatif dari masyarakat, tiba-tiba fit and proper test," ujar Tama, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, (6/12/2017).
Baca: Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Ketua MK Arief Hidayat ke Dewan Etik
Pasal 19 Undang-Undang No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan, pencalonan hakim konstitusi harus memenuhi prinsip transparan dan partisipatif.
Tama juga menyoroti ketidakjelasan mekanisme internal DPR dalam melakukan pemilihan hakim MK.
"Apakah sebelumnya masyarakat bisa memberikan masukan, kan hampir tidak ada ruang untuk itu," kata Tama.
Fit and proper test Arief Hidayat juga dinilainya tidak mempertimbangkan aspek rekam jejak.
Baca juga: Mantan Hakim MK Kritik DPR Diam-diam Ingin Perpanjang Jabatan Arief Hidayat
Menurut Tama, Komisi III seharusnya mempertimbangkan pelanggaran kode etik yang pernah dilakukan oleh Arief Hidayat.
Arief mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK.
Pemberian sanksi dilakukan lantaran Arief dianggap melanggar etika dengan membuat surat titipan atau katabelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk "membina" seorang kerabatnya.
"Nah ini juga harusnya jadi pertimbangan bagi siapapun khususnya lembaga yang memilih hakim untuk bicara soal track record atau rekam jejak. Dengan rekam jejak seperti ini, apakah layak yang bersangkutan dipilih kembali menjadi hakim MK?" kata Tama.
"Ini (fit and proper test) jadi ruang sangat tertutup, tentu saja ini harus jadi kritik buat DPR untuk melakukan proses perpanjangan jabatan hakim lebih tepat dan benar. Sesuai prosedur," ujar dia.
Sebelumnya, Komisi III DPR memperpanjang masa jabatan Arief Hidayat sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Masa jabatan Arief sedianya berakhir pada April 2018. Dengan keputusan perpanjangan ini, Arief akan menjabat hakim MK hingga 2023
Baca juga: Ketua MK: Hakim MK yang Dipilih Presiden Juga Ada Lobi-lobi.
Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan mengatakan, dari 10 fraksi, ada 9 fraksi yang menyetujui Arief kembali menjabat hakim MK. Sementara, 1 fraksi lainnya yakni Gerindra tidak berpendapat.
"Kami akan bawa pada Badan Musyawarah (Bamus) dan paripurna untuk disahkan kembali menjadi hakim konstitusi berikutnya," kata Trimedya, saat mengumumkan hasil rapat pleno, di Ruang Rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/12/2017).