JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak awal tahun hingga 4 Desember 2017, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat telah terjadi 2.175 kejadian bencana di Indonesia.
Adapun, jumlah tersebut terdiri dari banjir (737 kejadian), puting beliung (651 kejadian), tanah longsor (577 kejadian), kebakaran hutan dan lahan (96 kejadian), banjir dan tanah longsor (67 kejadian), kekeringan (19 kejadian), gempa bumi (18 kejadian), gelombang pasang/abrasi (8 kejadian), serta letusan gunung api (2 kejadian).
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, kejadian bencana di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut dia, sebanyak 95 persen kejadian bencana di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi.
"Yaitu bencana yang dipengaruhi cuaca. (Seperti) longsor, kekeringan, puting beliung, kebakaran hutan dan lahan, dan cuaca ekstrem," kata Sutopo dalam paparan di kantor BNPB, Jakarta, Selasa (5/12/2017).
(Baca juga: Dampak Siklon Tropis Cempaka, 41 Orang Meninggal dan Hilang)
Dari kejadian tersebut, jumlah korban meninggal mencapai 335 orang, korban luka-luka sebanyak 969 orang, dan korban mengungsi dan menderita sebanyak 3,22 juta orang.
Sementara itu, kerusakan yang dihasilkan yakni 31.746 rumah rusak, 347.813 unit terendam, ribuan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan peribadatan rusak.
Sutopo mengatakan, belakangan marak terjadi bencana banjir dan longsor di berbagai daerah. Hujan dengan intensitas lebat, walaupun tidak dalam waktu lama saja sudah menyebabkan sebuah wilayah kebanjiran.
"Kenapa? Ini karena sebenarnya kita sudah masuk yang namanya darurat ekologis," kata Sutopo.
(Baca juga: Dalam Setahun, 493 Bencana Terjadi di Sumatera Utara)
Darurat ekologis ini, menurut dia, terjadi utamanya akibat ulah manusia, seperti perusakan hutan, meluasnya daerah aliran sungai (DAS) kritis, serta rendahnya budaya sadar bencana masyarakat Indonesia.
Sutopo mencontohkan, laju deforestasi atau perusakan hutan di Indonesia mencapai 750.000 hektar per tahun. Padahal, kemampuan pemerintah untuk melakukan rehabilitasi hutan dan lahan, maksimal hanya 250.000 hektar per tahun.
"Otomatis ada defisit setengah hektar per tahun, di mana ini akumulasi. Sehingga ketika curah hujan, apalagi deras, terjadi longsor, banjir, dan lain-lain," tutur Sutopo.
(Baca juga: BPBD Jabar: Ada 102 Kejadian Bencana Selama Siklon Tropis Cempaka dan Dahlia)
Di lain pihak, ada jutaan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Jumlah masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir, zona sedang hingga merah, mencapai 63,7 juta jiwa.
"Ini juga karena masalah tata ruang yang tidak mengindahkan daerah rawan bencana. Sehingga jutaan masyarakat justru tinggal di daerah rawan bencana," kata dia.
(Baca juga: Polri Kerahkan 4.007 Personel Tangani Bencana Alam)