KOMPAS.com – Tepuk tangan meriah mengiringi Presiden Joko Widodo tiap penekanan sirene atau penggunting pita peresemian proyek-proyek pembangunan infrasruktur.
Selama tiga tahun pemerintahannya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu memang "getol" meresmikan proyek-proyek infrastruktur.
Dalam sambutannya, Presiden kerap menekankan bahwa dengan kesungguhan dan anggaran yang tersedia, setiap proyek pembangunan bisa rampung, meski sempat makrak puluhan tahun sekalipun.
Tengok Jalan Tol Soroja (Soreang- Pasirkoja) sempat mangkrak sejak 1996, namun rampung dan diresmikan Presiden pada Senin (4/12/2017). Contoh lain, Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu yang sempat mangkrak 22 tahun lamanya.
(Baca juga: Survei PolMark: Jokowi Dinilai Paling Berhasil Bangun Infrastruktur)
Anggaran
Komitmen pemerintah membangun infrastruktur sulit dimungkiri. Dalam rentang waktu 2015-2017 saja, alokasi dana pemerintah untuk pembangunan infrastruktur mencapai Rp 990 triliun.
Rinciannya, Rp 290 triliun pada 2015, Rp 313 triliun pada 2016, dan melonjak menjadi Rp 387 triliun pada 2017. Tahun depan, anggarannya lebih "gila" lagi, mencapai Rp 409 triliun.
Pemerintah mengklaim 300 kilometer jalan tol telah terbangun, juga 2.623 kilometer jalan nasional mulai dari Trans-Papua, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur.
Ada pula pembangunan jembatan yang mencapai 25.149 meter, 81 pelabuhan, tujuh bandara baru, pembenahan 439 bandara, pembangunan ratusan km rel kereta api, hingga 33 waduk.
(Baca juga: Sumbang Rp 900 Triliun PDB Nasional, Pembangunan Infrastruktur Dikebut)
Pemerintah mengakui, Rp 990 triliun bukanlah uang yang cukup untuk mengejar ketertinggalan infrastuktur Indonesia dari negara lain. Hingga 2019 mendatang, pembangunan Indonesia membutuhkan setidaknya Rp 4.700 triliun.
Namun, dari total kebutuhan anggaran itu, pemerintah hanya mampu membiayai 33 persen atau sekitar Rp 1.551 triliun saja. Adapun, 25 persennya atau Rp 1.175 triliun berasal BUMN. Sisanya, sebesar 42 persen atau Rp 1.974 triliun didorong berasal dari swasta.
(Baca juga: Sri Mulyani: Bangun Infrastruktur Daerah dengan Skema Public-Private Partnership)
Presiden Joko Widodo (rompi merah) meninjau ruas jalan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) di kawasan Jakasampurna, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (3/11/2017). Presiden Joko Widodo meresmikan ruas jalan tol yakni Seksi 1B dan 1C sepanjang 8,26 kilometer yang terbentang dari Cipinang Melayu-Pangkalan Jati-Jakasampurna.
Efek pembangunan infrastruktur terbilang besar. Berdasarkan survei yang Indikator Politik Indonesia pada 17-24 September 2017, 68,3 persen masyarakat menyatakan puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Persentase keyakinan atas kepemimpinan Jokowi pun, menurut survei itu, mencapai 72,6 persen.
Empat dari lima isu teratas yang diyakini masyarakat mampu ditanggulangi oleh pemerintah adalah isu pembangunan infrastruktur.
Isu tersebut yaitu pembangunan jalan umum (72 persen), pembangunan sarana transpotasi (60 persen), membangun jalan tol di luar Jawa (56 persen), dan membangun jalan lintas provinsi di luar jawa (56 persen).
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menilai, dengan data itu Presiden Jokowi memiliki modal elektoral besar pada Pilpres 2019 mendatang.
Besarnya kepuasan masyarakat kepada pemerintahan Jokowi juga tercermin dari survei Litbang Kompas yang mencapai 70,8 persen, dan survei Poltracking Indonesia sebesar 67,9 persen.
(Baca juga: Survei Indo Barometer, 61,8 Persen Ingin Jokowi Kembali Jadi Presiden)
Kekuatan elektoral
Meski punya modal besar dengan kekuatan elektoral dipilih lagi oleh 34,2 persen masyarakat, Jokowi tak lantas bisa mulus terpilih lagi sebagai Presiden pada 2019. Di ranah politik, waktu dua tahun ke depan adalah waktu yang cukup untuk memutarbalikkan segala data dan fakta.
Isu-isu non kinerja bisa saja dimainkan untuk menggembosi modal besar Jokowi. Apalagi, survei Indikator Politik Indonesia juga menemukan ada isu lain yang dianggap lekat dengan Jokowi, meski persentasenya tidak lebih dari 20 persen.
Isu itu mulai dari isu anti-Islam, isu kebangkitan PKI, hingga isu Jokowi keturunan China. Isu-isu tersebut merupakan isu di luar kinerja yang bisa saja menggerus modal Jokowi.
Tidak hanya isu non kinerja, isu pembangunan infrastruktur sendiri bisa juga jadi bumerang. Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan, banyak konflik agraria terjadi jutru akibat pembebasan lahan proyek-proyek infrastruktur.
Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, penyebab konflik agraria adalah perluasan perkebunan, terutama kelapa sawit.
(Baca juga: Survei Poltracking: 57,9 Persen Responden Pilih Jokowi pada 2019)
Belum lagi, ada tiga isu yang selalu dilihat publik, yaitu kemampuan pemerintah mengurangi jumlah penduduk miskin, menyediakan lapangan kerja, dan mengurangi pengangguran.
Sementara bila dilihat peta elektoralnya, wilayah Indonesia timur, apalagi Papua, terbilang kecil dibandingkan pulau besar lainnya, apalagi Jawa.
Artinya, bila semua masyarakat Papua memilih Jokowi sekalipun, suara mantan Wali Kota Solo itu belum tentu menggelembung drastis secara nasional.
Lantas apa yang perlu dilakukan?
Menurut Burhanuddin, Jokowi bisa melakukan "branding" pembangunan infrastruktur. Jangan sampai, infrastruktur hanya berhenti pada penekanan sirene atau gunting pita semata. Atau lebih parah lagi, infrastruktur hanya diimajinasikan sebagai benda mati.
"Infrastuktur kesannya hanya berhenti pada peresmian-peresmian jalan tol, berhenti pada pengguntingan pita," kata Burhanuddin Muhtadi di Jakarta, Rabu (29/11/2017).
Selain "branding" infrastruktur, Jokowi juga harus percaya diri menunjukkan pembangunan di desa-desa. Berkat gelontoran triliunan dana desa, pembangunan di desa-desa berjalan, lapangan kerja tercipta.
(Baca juga: Pemerintah Terus Dorong Swasta Investasi Proyek Infrastruktur)
Akan tetapi, Jokowi lebih gemar meresmikan jalan tol. Isu pembangunan desa justru tertutup oleh isu penyelewengan dana desa. Padahal, pembangunan yang bisa dirasakan oleh rakyat banyak adalah pembangunan di desa-desa.
"Menurut saya infrastruktur enggak bisa hanya melihat tol dan sebagainya. Ada infrastruktur besar yang dijalankan pemerintah yang melibatkan orang desa. Ini gen politik besar bagi Jokowi. Bukan cuma Papua yang dibangun tetapi seluruh desa di Jawa dan luar Jawa," kata Iwan.
Kini pilihan ada di tangan Jokowi sendiri, rakyat hanya menunggu manfaat nyata pembangunan infrastruktur bagi peningkatan kesejahteraan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.