JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Golkar Airlangga Hartarto enggan menanggapi pernyataan pihak Istana Kepresidenan terkait imbauan agar menteri tak merangkap jabatan sebagai ketua umum partai.
Airlangga saat ini tercatat sebagai calon ketua umum Partai Golkar bila musyawarah nasional luar biasa (munaslub) diadakan.
"Jadi kami konsentrasi ke munaslub dulu, kami tidak berandai-andai dulu," kata Airlangga di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (4/12/2017).
Ia menilai hanya Presiden Joko Widodo yang berhak menentukan statusnya ke depan sebagai menteri perindustrian jika dirinya terpilih sebagai Ketua Umum Golkar.
Saat ditanya apakah ia akan mengikuti pendapar Wakil Presiden Jusuf Kalla agar tetap menjabat sebagai menteri meskipun nantinya berstatus sebagai ketua umum Partai Golkar, ia kembali enggan menanggapi.
"Yang punya hak adalah Bapak Presiden, jadi kami sebagai pembantu Bapak Presiden, kami ikut arahan Bapak Presiden," ucap dia.
(Baca juga: Jika Jadi Ketum Golkar, Airlangga Pasrahkan Jabatan Menteri ke Jokowi)
Sebelumnya Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Eko Sulistyo mengatakan, Presiden Joko Widodo sudah menegaskan bahwa para pembantunya harus mundur dari kepengurusan partai politik.
Oleh karena itu, tidak mungkin jika ada izin dari Presiden Jokowi bahwa Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto boleh merangkap jabatan sebagai ketua umum Partai Golkar.
"Sejak pembentukan kabinet di awal, Presiden sudah menyatakan agar para menterinya tidak merangkap jabatan di kepengurusan parpol," kata Eko ditemui seusai rilis hasil survei dari Organisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra) di Jakarta, Minggu (3/12/2017).
"Nah, tentu kemudian, seandainya Pak Airlangga terpilih Ketua Umum Golkar, itu sudah secara otomatis dia harus mundur," ujarnya.
Sementara itu Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai Airlangga tak harus mundur dari jabatan sebagai menteri bila terpilih sebagai ketua umum.