Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Perhimpunan Pelajar Indonesia
PPI

Perhimpunan Pelajar Indonesia (www.ppidunia.org)

Konflik Separatisme India dan Indonesia, Belajar dari Resolusi GAM

Kompas.com - 04/12/2017, 15:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

SEBAGAI negara demokrasi dengan populasi terbesar kedua di dunia dan kekuatan militer yang tergolong kuat, India masih tetap saja menghadapi konflik internal.

Salah satu konflik tersebut adalah kemunculan kelompok separatis antipemerintahan di Kashmir. Wilayah ini merupakan sebuah negeri yang letaknya antara Himalaya dan Gunung Pir Panjal, wilayah yang konon terkenal dengan sebutan surga dunia.

Kashmir menyajikan sejuta pesona keindahan alam, wajar saja Kashmir menyandang sebutan nama surga dunia. Sebagai surga, seharusnya menyajikan keindahan, kenyamanan, ketentraman, yang bisa meneduhkan setiap jiwa yang memasuki wilayah tersebut.

Pada kenyataannya, hal tersebut bertolak belakang dengan nama yang disandang oleh wilayah Kashmir. Kegagalan pemerintah mengakomodasi aspirasi rakyat serta miskinnya kepercayaan terhadap sistem politik menyebabkan timbulnya pemberontakan.

Mengikuti riwayatnya, penggabungan J & K (Jammu dan Kashmir) oleh Inggris menjadikan Kashmir sebagai Princely State di bawah kekuasaan Raja Maharaja Hari singh pada 1846.

Penyerahan Kashmir kepada Maharaja Hari Singh oleh Inggris menjadikan rakyat Kashmir kecewa karena hal itu dianggap sebuah proses penjualan tanpa kesepakatan dari pemilik tanah.

Proses politik setelah Inggris meninggalkan wilayah dekolonisasi pasca-Perang Dunia II pada tahun 1947. Inggris memberikan identitas baru di India dan Pakistan. Kedua wilayah tersebut diberi label sebagai wilayah sekuler dan wilayah Muslim.

Wilayah tersebut terdiri dari penggabungan beberapa state termasuk penggabungan Princely State. Isu tentang agama terus berkembang dan menjadikan awal terjadinya gesekan internal, mayoritas Hindu atau yang merasa keyakinannya lebih terjamin dengan sistem sekuler maka bergabung dengan India dan muslim bergabung dengan Pakistan.

Pada saat itu, kondisi psikologis rakyat Kashmir yang 93 persen Muslim itu terbagi menjadi tiga bagian, yang pertama rakyat Kashmir menginginkan untuk bergabung dengan Pakistan dan yang kedua yang ingin menjadikan Kashmir mandiri tanpa bergabung dengan India atau Pakistan, serta yang ketiga sebahagian kecil yang ingin bergabung dengan India.

Maharaja Hari Singh mengambil keputusan untuk bergabung dengan India. Kondisi ini menjadikan situasi memanas antara Pakistan dan India. Kashmir dijadikan seolah-olah wilayah tak bertuan yang akhirnya diklaim oleh kedua negara. Hal ini memicu pertentangan dan berujung dengan pecah perang antara kedua negara.

Propanganda konflik yang dikaitkan dengan isu keyakinan dari negara yang bertikai menjadikan rakyat sebagai korban. Kuatnya pengaruh serta konsekwensi konflik, salah satunya menyebabkan degradasi kepercayaan dari rakyat Kashmir terhadap India.

Banyak orang Kashmir mulai membenci India, mereka sangat tidak menyukai status internasional mereka sebagai warga negara India. Mereka menganggap bahwa politisi lokal terlalu pro-India dan merasa dicurangi dalam aspirasi politik.

Seperti halnya pembatalan diam-diam status konstitusional khusus J & K India, kekurangan lapangan kerja serta eksploitasi ekonomi India atas aset air Kashmir menjadikan alasan untuk melepaskan diri dari India.

Puncak kekecewaan rakyat Kashmir muncul sebagai anti-India pada tahun 1988. Umat Islam di lembah Kashmir memulai sebuah pemberontakan untuk membebaskan Kashmir dari India.

Salah satu kelompok yang sudah lama berdiri adalah Jammu Kashmir Liberation Front (JKLF). Dukungan secara sinifikan terhadap kelompok ini muncul setelah militer India melakukan upaya pemulihan kemanan dengan agresif.

Konsekwensi dari kesalahan pendekatan dalam penyelesaian konflik menyebabkan rakyat tertindas sehingga atmosfer pemberontakan semakin berkembang.

Gambaran Kashmir lebih kurang juga tergambar pada kondisi Aceh di masa 1945. Bedanya, Aceh mengikrarkan diri untuk bersatu di bawah Republik Indonesia, tetapi dalam perjalanan sejarah ada kekecewaan di antara sela-sela perjuangan.

Kekecewaan rakyat Aceh ditumpahkan dalam pergerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) tahun 1953 dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dideklarasikan tahun 1976.

Kekecewaan rakyat Aceh terhadap pemerintah pusat terjadi akibat aspirasi rakyat yang terabaikan, salah satunya permohonan untuk menerapkan syariat Islam di Tanah Rencong.

Pemberontakan ini dimulai pada 20 September 1953 dengan proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) oleh Teungku Daud Beureueh. Ia menyatakan diri bahwa Aceh sebagai bagian dari NII di bawah kepemimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.

Namun, pemerintah pusat menanggapi persoalan tersebut secara kekeluargaan. Kolonel Yasin berinisiatif mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh pada 17-21 Desember 1962.

alah satu kesepakatan dalam pertemuan tersebut adalah mewujudkan tuntutan yang di antaranya memberikan status daerah istimewa bagi Aceh dengan hak-hak otonomi. Akhirnya pemberontakan DI/TII di Aceh dapat diselesaikan dengan damai.

Pada 1976, GAM muncul sebagai kekecewaan yang disuarakan dengan tuntutan kemerdekaan oleh Teungku Muhammad Hasan Tiro. Ini merupakan efek kelanjutan yang terabaikan oleh pemerintah dalam perawatan perdamaian sebelumnya.

Penanganan konflik ini berlangsung sekitar 30 tahun. Pemerintah pusat yang cenderung melakukan dengan pendekatan militer hingga membuat negeri ini dikabuti oleh kekerasan dan menyisakan korban dari kedua belah pihak. Hal ini jauh berbeda dari penanganan DI/TII.

Kekerasan yang dipertontonkan oleh militer terhadap rakyat menyebabkan pengaruh radikal meluas serta timbul rasa benci dari rakyat terhadap pemerintah pusat.

Upaya demi upaya telah ditempuh termasuk perundingan untuk mencapai kesepakatan kata damai. Namun, nota kesepahaman selalu berakhir gagal dalam pengaplikasian di lapangan.

Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) pada Pemilu 2004 sebagai Presiden dan Wakil Presiden, keduanya memilih untuk menyelesaikan persoalan di Aceh dengan cara nonmiliter.

Terlebih lagi, JK berinisiatif memainkan peran di balik layar untuk melakukan diplomasi. Cara ini dilakukan agar dapat masuk ke pusat pimpinan GAM untuk melakukan komunikasi politik dan membangun kepercayaan antara kedua belah pihak. JK memberikan peranannya kepada Farid Husein untuk menajalin komunikasi dengan seluruh bagian GAM dari bawahan sampai ke pucuk pimpinannya.

Titik cerah muncul setelah terjadinya tsunami (2004), pada 2006 ada perundingan antara GAM dan RI yang difasilitasi oleh Crisis Management Inisiatif (CMI).

Titik temu dalam perundingan tersebut melahirkan memorandum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman. Butir-butir kesepakatan merujuk kepada proses kesepakatan untuk meninggalkan perjuangan melalui senjata dan melanjutkan perjuangan melalui politik, dari self-determination menjadi self-government, dan menerima konstitusi Republik Indonesia.

Kewenangan Aceh juga disepakati lebih luas dari kewenangan biasanya, seperti kewenangan dalam semua sektor publik, yang akan diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan, keamanan nasional, serta moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman, dan kebebasan beragama.

Langkah tersebut diambil sebagai wujud self government untuk memudahkan penyaluran aspirasi serta mewadahi langsung tranformasi gerakan bersenjata ke gerakan politik.

Berkaca pada hasil perundingan sebelumnya, yang selalu gagal akibat tidak ada perawatan, setelah penandatanganan nota kesepahaman RI dan GAM, Aceh menjadi perhatian khusus dari pemerintah pusat dalam perawatan perdamaian.

Pemerintah pusat terus mengawal dalam proses tranformasi dari gerakan bersenjata ke gerakan politik. Langkah yang diambil berupa mempercepat pengesahan UUPA (Undang-Undang Pemerintah Aceh) maupun membentuk komite peralihan untuk merangkul kombatan GAM ke dalam masyarakat. Hal inilah yang menjadikan Aceh dalam kondisi yang lebih baik.

Pemandangan alam di KashmirMUJIBURRAHMAN Pemandangan alam di Kashmir
Pola konflik Kashmir dan Aceh hampir tidak jauh berbeda. Isu disintegrasi yang berkembang berbau agama, ekonomi, politik, dan beberapa masalah sosial lain.

Pemerintah pusat (India) bisa berkaca dari kasus di Indonesia, khususnya di Aceh. Pendekatan nonmiliter menjadi salah satu alternatif dalam merajut damai.

Konfilk Kashmir telah melahirkan beberapa kelompok, ada yang masih berjuang dengan senjata, ada juga yang telah mentransformasikan diri ke gerakan politik. Seperti halnya salah satu kelompok pemberontakan, yaitu JKLF yang sudah meninggalkan pola gerakan bersenjata ke gerakan politik.

Kelompok yang mentransformasi dari gerakan bersenjata ke gerakan politik ini harus dikawal, sehingga proses ini dapat memberikan kesadaran bagi masyarakat bahwa kendaraan politik mampu untuk mewadahi aspirasi mereka.

Kelompok lain yang bermunculan merupakan kegagalan lokal dalam mengakomodasi kepentingan bersama, namun hal itu akan dapat diatasi dengan menjadikan bukti bahwa gerakan politik akan lebih baik dari gerakan bersenjata.

Selain dari itu, pemerintah India harus mengungulkan formula kompromi untuk menemukan titik kesepakatan dan menjadi instrumen bagi kedua belah pihak, cara inilah yang dapat menyelamatkan nyawa manusia yang berada di antara dua kelompok yang berkonflik sehingga nantinya tidak melahirkan benih-benih konflik lagi.

Selama ini pemerintah India terus gencar melakukan upaya pemulihan total kondisi keamanan di Kashmir. Namun, upaya tersebut cenderung upaya militer, bukan upaya nonmiliter. Hal ini menyebabkan kelompok-kelompok anti-India bermunculan terus.

Selain dari itu, India lebih fokus untuk menekan negara Pakistan di dunia internastional yang dianggapnya sebagai sumber kekuatan kelompok radikal ketimbang memikirkan langkah konkret untuk memutuskan mata rantai konflik tersebut.

Seperti halnya pemisahan kembali Kashmir dari Jammu untuk mempersempit ruang lingkup konflik serta akan lebih mudah mengontrol kehendak rakyatnya karena selama ini kelompok-kelompok anti-India lahir dari lembah tersebut.

Memberikan kesadaran-kesadaran politik dan membangun komunikasi politik dengan kelompok-kelompok yang masih berhaluan keras merupakan salah satu langkah awal untuk merajut perdamaian.

Pada dasarnya, mereka berjuang untuk menuntuk hak mereka sebagai rakyat serta diselimuti rasa nasionalisme lokal Kashmir. Di lain pihak , India juga berjuang mempertahankan nasionalisme negara.

Dalam hal ini, hanya nyawa manusia yang jadi korban untuk memperjuangkan cita-cita yang sama. Maka, pemerintah India perlu memberikan kesadaran dan merangkul kembali, bagaimanapun mereka tetaplah rakyat India.

Dari konflik Aceh dan Kashmir ini, dapat diambil kesimpulan bahwa kekerasan bukanlah solusi dalam penyelesaian masalah. Kekerasan hanya akan menimbulkan masalah baru serta bertambahnya rasa antirakyat terhadap pemeritah. Rasa anti inilah yang nantinya akan menjadi siklus generasi penerus kelompok radikal.

Diplomasi adalah cara yang terbaik untuk mengatasi konflik. Pihak yang bertikai harus digiring untuk saling memahami bahwa kekerasan bukanlah solusi. Duduk di meja runding dengan jajak pendapat untuk menemukan solusi akan lebih baik daripada menyelesaikan konflik dengan kekerasan bersenjata.

Semoga perdamaian bisa terus terwujud dan terawat di Kashmir, sehingga julukannya sebagai tanah surga benar-benar mampu meneduhkan jiwa yang masuk ke wilayah Kashmir.

Mujiburrahman
Mahasiswa S2 Ilmu Politik Aligarh Muslim University, India
Anggota Dewan Pengawas PPI India (ppidunia.org)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com