JAKARTA, KOMPAS.com - Penyaluran dana hibah untuk guru honorer oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik di antara organisasi profesi guru. Apalagi, jika terjadi diskriminasi dan ketidakadilan dalam penyaluran dana hibah.
Hal itu dikatakan Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim dalam konferensi pers di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Minggu (3/12/2017).
Baca juga : FSGI: Organisasi Guru Tak Berwenang Menyalurkan Dana Hibah
"Salah satu alasan kami menolak, karena kebijakan hibah bisa memicu konflik antar organisasi guru," kata Satriawan.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta berencana menyalurkan dana hibah kepada guru honorer di Jakarta. Namun, penyaluran dana hibah hanya dilakukan melalui beberapa organisasi profesi guru.
Baca juga : DKI Jakarta Juga Beri Hibah Rp 23,5 Miliar untuk Ikatan Guru TK
Beberapa di antaranya melalui Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Himpunan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia atau Himpaudi.
Penyaluran hibah dipersyaratkan hanya kepada anggota organisasi yang ditunjuk.
Satriawan mengatakan, dengan kebijakan tersebut, guru honorer selain anggota PGRI berpotensi tidak menerima tunjangan yang diberikan pemerintah. Padahal, ada banyak organisasi profesi guru selain PGRI dan Himpaudi.
Menurut Satriawan, Pemprov DKI sebaiknya memperbaiki mekanisme penyaluran dana hibah, agar niat baik untuk mensejahterakan guru dapat terlaksana dengan baik. Penyaluran dana hibah sebaiknya tidak malah membuat organisasi guru menjadi tidak produktif.
Baca juga : Disdik DKI Sebut Semua Guru PAUD Bernaung di Himpaudi
"Pemerintah sebaiknya berperan sebagai pembina, membangun produktif, edukatif dan harmonis antar stakeholder pendidikan," kata Satriawan.