JAKARTA, KOMPAS.com — Andi Agustinus alias Andi Narogong mengakui bahwa benar telah terjadi mark up (penggelembungan harga) dalam proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik.
Menurut Andi, penggelembungan tersebut merupakan kerugian negara. Hal itu dikatakan Andi saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/11/2017).
"Memang benar ada kerugian negara," ujar Andi kepada majelis hakim.
Menurut Andi, barang-barang dalam proyek pengadaan e-KTP dibuat lebih mahal 10 persen. Konsorsium akan mendapat keuntungan jika barang yang dibeli berasal langsung dari pabrik.
Baca juga: Andi Narogong: Saya Dijadikan seperti Sampah, seperti Bantargebang
Andi mengatakan, berdasarkan perhitungan, Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) akan mendapat selisih 20 persen dari modal. Sebesar 10 persen sebagai keuntungan konsorsium dan 10 persen sisanya untuk membayar fee bagi DPR dan Kementerian Dalam Negeri.
Namun, menurut Andi, apabila aturan mengharuskan konsorsium tidak memperoleh keuntungan karena proyek bermasalah, kerugian negara akan dihitung sebesar 20 persen.
"Kalau kami tidak boleh ambil untung, ya kerugian negara 20 persen itu," kata Andi.
Baca juga: Patungan dengan Johannes Marliem, Andi Narogong Beri Arloji Rp 1,3 Miliar untuk Novanto
Andi didakwa bersama-sama Setya Novanto merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun dalam proyek e-KTP. Menurut jaksa, Andi diduga terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013.
Selain itu, Andi berperan dalam mengarahkan dan memenangkan Konsorsium PNRI menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.