Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum Nilai Ada Celah Setya Novanto Lolos Praperadilan

Kompas.com - 27/11/2017, 14:21 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi saksi ahli meringankan untuk Ketua DPR Setya Novanto.

Margarito mengaku, dirinya menjelaskan kepada penyidik KPK seputar pemeriksaan anggota DPR. Menurut dia, semua anggota DPR yang hendak diperiksa perlu ada izin dari presiden.

"Seharusnya ada izin dari presiden," kata Margarito seusai pemeriksaan di KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (27/11/2017).

Dia mengatakan, ketentuan itu terdapat dalam Pasal 245 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3.

Soal pengecualian izin presiden bagi yang melakukan tindak pidana korupsi, Margarito mengeluarkan argumennya soal ini.

(Baca juga: Abraham Samad Nilai Ada Ketidakadilan Sehingga Novanto Menang Praperadilan Pertama)

Untuk memeriksa seorang tersangka, lanjut dia, ada keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2014 bahwa mesti diperiksa dulu sebagai calon tersangka.

"Nah, waktu diperiksa sebagai calon tersangka, musti ada izin dari presiden," ujar Margarito.

Dia melihat, Novanto belum pernah diperiksa sebagai calon tersangka sehingga dia mempertanyakan bagaimana KPK mendapat dua alat bukti tanpa pernah memeriksa tersangkanya.

"Kalau kau tidak periksa orang gimana kau dapat alat bukti, dari mana Anda periksa, tetapi Anda dapat dua alat bukti yang cukup. Berdasarkan putusan MK itu, kan, alat bukti mesti cukup," ujar Margarito.

(Baca juga: Hasil Penelusuran ICW Terkait Rekam Jejak Hakim Praperadilan Novanto)

Karena itu, dia menilai, penetapan Novanto sebagai tersangka oleh KPK tidaklah cukup. Ini menurut dia bisa menjadi celah di praperadilan yang bisa dimanfaatkan Novanto untuk lolos lagi.

"Celah. Itu celah. Ya, ada kemungkinan (lolos). Tergantung nanti teman-teman di KPK," ujar Margarito.

Sementara itu, soal anggota DPR lain yang diperiksa KPK, tetapi tidak sampai izin ke presiden, dia menyebut hal itu tergantung dari mereka menggunakan haknya.

"Itu urusan dia, kan, hak. Orang punya hak. Kayak lu punya hak, lu mau pakai atau enggak, itu kan tergantung lu," ujar Margarito.

Dalam pemeriksaan hari ini dirinya mengaku diperiksa dengan tiga pertanyaan oleh penyidik KPK. Ia mengaku dihubungi pengacara Novanto, Fredrich Yunadi, dan mendapat surat panggilan KPK pada Jumat (24/11/2017).

Kompas TV Pengurus DPP Partai Golkar mengumpulkan DPD tingkat satu se-Indonesia untuk membahas desakan munas luar biasa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com